JAKARTA, KOMPAS.com - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menegaskan tidak bersedia dilibatkan dalam eksekusi hukuman kebiri bagi pelaku kasus kekerasan seksual anak.
Sebab, IDI menilai hal tersebut melanggar etika profesi kedokteran.
"Jangan kami didorong, kami didesak, untuk menjadi orang yang tidak menghargai yang namanya etika profesi. Etika profesi adalah perjanjian kami dengan Tuhan," ujar Ketua Umum Persatuan Besar Ikatan Dokter Indonesia, Ilham Oetama Marsis di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/7/2016).
Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia Daeng M Faqih juga menyampaikan hal senada. Dia mengatakan, eksekutor hukuman kebiri tak harus seorang dokter.
Pernyataannya itu menyikapi hukuman kebiri yang termaktub dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak yang akan segera dibahas di Rapat Paripurna.
"Jadi sesuai dengan pernyataan sikap kami yang menolak menjadi eksekutor hukuman kebiri karena bertentangan dengan etika kedokteran. Kami akan sarankan pemerintah menunjuk eksekutor selain IDI," kata Daeng sebelum rapat dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/7/2016).
"Jika memang ingin melanjutkan hukuman kebiri maka Pemerintah harus menunjuk pihak lain sebagai eksekutor karena menyuntik tak harus dilakukan oleh dokter, atau bisa saja kebirinya pakai obat minum sehingga dokter tak perlu jadi eksekutor," tutur Daeng.