Oleh: Ramlan Surbakti
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota telah disepakati oleh DPR dan pemerintah pada pertengahan Juni yang lalu.
Namun, UU yang telah diubah ini mengandung dua pasal yang dapat menimbulkan konsekuensi politik yang justru bertentangan dengan salah satu agenda reformasi.
Yang dimaksud adalah Pasal 9 Huruf a yang menyangkut tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan pemilihan: ”menyusun dan menetapkan peraturan KPU dan pedoman teknis untuk setiap tahapan pemilihan setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat, dan pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat”.
Ketentuan konsultasi ini sudah terkandung pada UU sebelumnya, tetapi tidak disertai ketentuan ”yang keputusannya bersifat mengikat”.
Pasal kedua adalah Pasal 22B Huruf a mengenai tugas dan wewenang Bawaslu dalam membuat peraturan Bawaslu yang juga mengharuskan adanya konsultasi dengan DPR dan pemerintah yang keputusannya bersifat mengikat.
Dari ketentuan pasal ini dapat disimpulkan bahwa peraturan KPU dan peraturan Bawaslu hanya dapat berlaku jika disetujui DPR dan pemerintah.
Ancam kemandirian
Jika pemahaman ini benar, setidak-tidaknya terdapat dua akibat yang dapat ditimbulkan oleh kedua pasal ini.
Pertama, mengancam kemandirian KPU dan Bawaslu dalam melaksanakan semua tugas dan kewenangannya.
Penyelenggara pemilu yang mandiri tidak hanya merupakan tuntutan agenda reformasi (karena penyelenggara pemilu berada di bawah kendali pemerintah selama Orde Baru sehingga hasil pemilu sudah ditetapkan/diketahui sebelum pemilu diselenggarakan) tetapi juga amanat Pasal 22E Ayat (5) UUD 1945.
Penyelenggara pemilu yang mandiri berarti penyelenggara pemilu yang menyelenggarakan tugas dan wewenangnya tak di bawah kendali institusi lain, tetapi semata-mata berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Sudah barang tentu UU yang mengatur tugas dan wewenang penyelenggara harus sejalan dengan UUD 1945.
Salah satu wujud kemandirian KPU dan Bawaslu adalah membuat peraturan tanpa persetujuan institusi lain.
Namun, karena Indonesia negara hukum, peraturan KPU ataupun peraturan Bawaslu dapat dibatalkan oleh Mahkamah Agung jika tidak sesuai dengan UU, sesuai dengan ketentuan Pasal 24A Ayat (1) UUD 1945.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.