Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Diminta Bentuk Komisi Kebenaran untuk Tuntaskan Kasus 1965

Kompas.com - 22/07/2016, 07:37 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo diharapkan memenuhi janji kampanye semasa mencalonkan diri pada Pilpres 2014 lalu.

Salah satunya menuntaskan kasus 1965. Menurut Wakil Ketua Asean Parliamentarians for Human Rights, Eva Kusuma Sundari, salah satu langkah yang dapat dilakukan yaitu dengan membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), bukan melalui penyelesaian hukum.

Sebab, kata dia, pihak yang menjadi korban selama ini tak hanya anggota dan keluarga PKI, melainkan juga militer.

"Saatnya kita jadi bangsa yang dewasa, mengakui kesalahan masa lalu agar kita bisa melakukan lompatan maju," kata Eva dalam keterangan tertulisnya, Jumat (22/7/2016).

Setidaknya, ada tiga tujuan dalam pembentukan KKR tersebut. Pertama, mencari kebenaran dengan memberikan tempat dan waktu kepada korban dan keturunan mereka, serta sejumlah pelaku pembunuhan, untuk memberikan keterangan.

(Baca: Pemerintah Abaikan Putusan IPT untuk Selesaikan Kasus 1965)

Kedua, lanjut dia, memberikan perlindungan kepada pihak yang ingin memberikan keterangan atas kemungkinan terjadinya intimidasi dan diskriminasi.

Ketiga, merestorasi hak pihak-pihak yang selama ini terdiskriminasi atas peristiwa tersebut. "Presiden Jokowi akan melakukan hal yang sangat berguna buat masa depan bangsa Indonesia dengan membentuk komisi kebenaran," kata dia.

Ia menambahkan, dengan dibentuknya KKR maka akan membuka kesempatan bagi terbukanya forum kesaksian di sejumlah wilayah di Tanah Air. Keterangan yang diberikan oleh para pihak itu nantinya akan dicatat dan dipublikasikan baik melalui media cetak seperti buku, serta media elektronik seperti web.

"Ia akan jadi acuan buat bangsa Indonesia belajar tentang kebenaran, bukan propaganda seperti yang selama ini terjadi," ujarnya.

Sebelumnya, majelis hakim internasional dari International People’s Tribunal tentang Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Indonesia 1965 menyatakan bahwa telah terjadi kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh negara pasca peristiwa 1 Oktober 1965.

(Baca: Peneliti LIPI: Pemerintah Seharusnya Malu dan Mengakui Genosida 1965)

Pembunuhan massal tersebut dilakukan terhadap anggota PKI dan anggota PNI yang merupakan pembela setia Presiden Sukarno.

Hakim Ketua Zak Jacoob menyatakan, negara Indonesia bertanggung jawab atas beberapa kejahatan terhadap kemanusiaan melalui rantai komandonya.

Pertama, pembunuhan massal yang diperkirakan menimbulkan ratusan ribu korban.

Kedua, penahanan dalam kondisi tak manusiawi, di mana jumlah korban diperkirakan mencapai sekitar 600.000 orang.

(Baca: IPT Kasus 1965: Indonesia Bertanggung Jawab atas Beberapa Kejahatan Kemanusiaan)

Ketiga, perbudakan orang-orang di kamp tahanan seperti di Pulau Buru. Selain itu, terdapat juga bentuk penyiksaan, penghilangan paksa dan kekerasan seksual.

Majelis hakim merekomendasikan agar Pemerintah Indonesia minta maaf kepada para korban, penyintas, dan keluarga korban. Pemerintah juga didesak melakukan penyelidikan kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana tuntutan Komnas Perempuan Komnas HAM dalam laporannya.

Kompas TV Kuburan Massal Korban 1965 Ada di Semarang

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Wapres: Prabowo Lanjutkan Pemerintahan Jokowi, Tak Perlu Transisi

Wapres: Prabowo Lanjutkan Pemerintahan Jokowi, Tak Perlu Transisi

Nasional
Jokowi Disebut Akan Berikan Satyalancana ke Gibran dan Bobby, Istana: Tak Ada Agenda ke Surabaya

Jokowi Disebut Akan Berikan Satyalancana ke Gibran dan Bobby, Istana: Tak Ada Agenda ke Surabaya

Nasional
Takziah ke Rumah Duka, Jokowi Ikut Shalatkan Almarhumah Mooryati Soedibyo

Takziah ke Rumah Duka, Jokowi Ikut Shalatkan Almarhumah Mooryati Soedibyo

Nasional
 Presiden PKS Datangi Nasdem Tower, Disambut Sekjen dan Ketua DPP

Presiden PKS Datangi Nasdem Tower, Disambut Sekjen dan Ketua DPP

Nasional
Gibran: Pelantikan Wapres 6 Bulan Lagi, Saya Ingin ‘Belanja’ Masalah Sebanyak-banyaknya

Gibran: Pelantikan Wapres 6 Bulan Lagi, Saya Ingin ‘Belanja’ Masalah Sebanyak-banyaknya

Nasional
Sambutan Meriah PKB untuk Prabowo

Sambutan Meriah PKB untuk Prabowo

Nasional
Berkelakar, Menkes: Enggak Pernah Lihat Pak Presiden Masuk RS, Berarti Menkesnya Berhasil

Berkelakar, Menkes: Enggak Pernah Lihat Pak Presiden Masuk RS, Berarti Menkesnya Berhasil

Nasional
Pidato Lengkap Prabowo Usai Ditetapkan Jadi Presiden RI Terpilih

Pidato Lengkap Prabowo Usai Ditetapkan Jadi Presiden RI Terpilih

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Apresiasi Prabowo yang Mau Rangkul Semua Pihak

Wapres Ma'ruf Amin Apresiasi Prabowo yang Mau Rangkul Semua Pihak

Nasional
Jokowi: Target Stunting 14 Persen Ambisius, Bukan Hal Mudah

Jokowi: Target Stunting 14 Persen Ambisius, Bukan Hal Mudah

Nasional
KPK Wanti-wanti soal Program Makan Siang Gratis Prabowo, Rosan Angkat Bicara

KPK Wanti-wanti soal Program Makan Siang Gratis Prabowo, Rosan Angkat Bicara

Nasional
KPU Tegaskan Undang Ganjar-Mahfud ke Penetapan Prabowo-Gibran, Kirim Surat Fisik dan Digital

KPU Tegaskan Undang Ganjar-Mahfud ke Penetapan Prabowo-Gibran, Kirim Surat Fisik dan Digital

Nasional
Sebut Sudah Bertemu Beberapa Tokoh, Gibran: Gong-nya Hari Ini Ketemu Wapres Ma’ruf Amin

Sebut Sudah Bertemu Beberapa Tokoh, Gibran: Gong-nya Hari Ini Ketemu Wapres Ma’ruf Amin

Nasional
Anggota Dewas Akui Dilaporkan Wakil Ketua KPK karena Koordinasi dengan PPATK

Anggota Dewas Akui Dilaporkan Wakil Ketua KPK karena Koordinasi dengan PPATK

Nasional
Prabowo: Pers Bagian Penting Demokrasi meski Kadang Meresahkan

Prabowo: Pers Bagian Penting Demokrasi meski Kadang Meresahkan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com