Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/07/2016, 19:19 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan ketua Mahkamah Konstitusi sekaligus Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Mohammad Mahfud MD, menilai putusan Majelis hakim internasional dari International People’s Tribunal (IPT) kasus 1965 tidak memiliki konsekuensi atau pengaruh bagi Indonesia.

Menurut dia, IPT bukan merupakan sebuah lembaga peradilan resmi.

Oleh karena itu, putusannya tidak bersifat mengikat.

"IPT itu bukan pengadilan dan keputusannya tidak mengikat. Sama sekali tidak mengikat," ujar Mahfud, saat ditemui di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (21/7/2016).

Mahfud menjelaskan, dalam sistem hukum di Indonesia hanya dikenal dua macam pengadilan pidana, yaitu pengadilan Internasional di bawah kewenangan International Criminal Court (ICC) dan pengadilan negara di dalam negeri masing-masing.

"Pengadilan pidana itu hanya dua, pengadilan negara dan internasional. ICC dan pengadilan negara di negaranya masing-masing. Kalau di Indonesia itu MA. IPT itu liar," kata Mahfud.

Selain itu, dia juga tidak mempersoalkan jika putusan IPT akan diserahkan kepada Dewan HAM PBB.

Menurut dia, hal tersebut sebuah kewajaran karena setiap orang memiliki hak untuk mengajukan laporan ke PBB.

"Tidak masalah kalau dibawa ke Dewan HAM PBB. Itu sesuatu yang biasa. Semua orang bisa mengajukan," kata dia.  

Majelis hakim internasional dari International People’s Tribunal tentang Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Indonesia 1965 menyatakan bahwa telah terjadi kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh Negara pasca peristiwa 1 Oktober 1965.

Pembunuhan massal tersebut dilakukan terhadap anggota PKI dan anggota PNI yang merupakan pembela setia Presiden Sukarno.

Menurut Koordinator Yayasan IPT 1965 Nursyahbani Katjasungkana, kesimpulan itu didasarkan atas bukti yang dipresentasikan oleh tim prosekutor yang dipimpin oleh ahli hukum hak asasi manusia, Todung Mulya Lubis dan menjadi kesimpulan akhir setelah sidang IPT bulan November 2015.

Hakim Ketua, Zak Jacoob menyatakan Negara Indonesia bertanggung jawab atas beberapa kejahatan terhadap kemanusiaan melalui rantai komandonya.

Pertama, pembunuhan massal yanh diperkiran menimbulkan ratusan ribu korban.

Kedua, penahanan dalam kondisi tak manusiawi, dimana jumlah korban diperkirakan mencapai sekitar 600.000 orang.

Ketiga, perbudakan orang-orang di kamp tahanan seperti di Pulau Buru.

Selain itu terdapat juga bentuk penyiksaan, penghilangan paksa dan kekerasan seksual.

Majelis hakim pun merekomendasikan agar pemerintah Indonesia minta maaf kepada para korban, penyintas dan keluarga korban.

Pemerintah juga didesak melakukan penyelidikan kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana tuntutan Komnas Perempuan Komnas HAM dalam laporannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com