JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Ombudsman RI Ninik Rahayu mengatakan, upaya reformasi birokrasi di Kejaksaan Agung belum terjadi secara menyeluruh.
Indikasinya dapat diukur dari banyaknya jumlah laporan pengaduan masyarakat yang masuk ke Ombudsman terkait kinerja kejaksaan.
Ninik mengatakan, hingga Juni 2016 tercatat ada 58 kasus yang dilaporkan. Sementara, pada 2015 tercatat sebanyak 92 kasus.
"Ini ada indikasi meningkat, karena keseluruhan laporan ke ORI (Ombudsman) memang jumlahnya meningkat kalau dilihat dari evaluasi pekan lalu," ujar Ninik, dalam diskusi 'Catatan Reformasi Kejaksaan', di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (20/7/2016).
Menurut Ninik, yang paling banyak dilaporkan ke Ombudsman mengenai penudaan perkara yang ditangani Kejaksaan.
Adanya penundaan perkara memungkinkan terjadinya suap.
"Jadi enggak ditindaklanjuti laporan itu karena ingin membuat negosiasi, lobby yang seterusnya mengarah pada suap supaya angka tuntutannya rendah," kata dia.
Selanjutnya, kata Ninik, aduan terkait penyalahgunaan wewenang oleh oknum jaksa juga banyak dilaporkan ke Ombudsman.
Ia menjelaskan, tugas seorang jaksa adalah membuat tuntutan berdasarkan dakwaan kepolisian dari hasil penyidikan dan penyelidikan.
Namun, dalam beberapa laporan yang disampaikan kepada Ombudsman, jaksa dinilai sering bertindak seperti pengacara.
"Jadi sekaligus gitu, ya saya yang nuntut ya saya yang ngatur, nanti kira-kira jawabannya beginilah. Jadi dia (jaksa) sekaligus bertindak sebagai pengacara. Jadi dia (jaksa) tidak seharusnya melakukan itu. Ini laporan terbanyak kedua," kata Ninik.
Laporan terbanyak ketiga, kata Ninik, terkait dugaan melakukan tindakan tidak patut.
Tindakan itu, misalnya, pelaksanaan eksekusi yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Menurut dia, kejaksaan punya kewenangan yang cukup besar dalam menentukan waktu eksekusi, dengan cara apa, hingga terkait izin penahanan termasuk izin istirahat di rumah sakit atau di tahanan bagi tersangka.
Kewenangan itu sering dimanfaatkan menjadi ruang negosiasi harga, misalnya untuk menentukan orang dinyatakan sakit berat atau ringan.
"Ini terus terang saya kira bukan rahasia lagi soal eksekusi ini kapan dilakukan, dengan cara apa, ini kan institusi kejaksaan punya kewenangan yang cukup besar. Terutama, misalnya, kalau kita lihat sekarang terkait kasus kasus narkoba atau kasus korupsi," kata dia.
Kemudian, kata Ninik, ada juga laporan terkait prosedur penahanan. Seringkali, seseorang yang seharusnya tidak ditahan justru ditahan.
Dalam laporan disebutkan bahwa negosiasinya terus dilakukan hingga akhirnya ada transaksi agar seseorang tersebut tidak ditahan.
"Jadi unefisiensi birokrasi dan uang muncul ketika terjadi maladministrasi," kata dia.
Ninik mengungkapkan, dugaan permintaan uang dalam penyelesaian perkara juga banyak terjadi.
Selain itu, banyak laporan dugaan tidak kompeten terkait tuntutan dan dakwaan oleh kejaksaan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.