JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPR Ade Komarudin berharap Presiden Joko Widodo tak terlalu sering melakukan perombakan kabinet atau reshuffle. Sebelumnya, Jokowi sudah pernah melakukan reshuffle pada Agustus 2015 lalu.
Ade khawatir jika terus dilakukan bongkar pasang, para menteri justru tidak fokus untuk melakukan tugasnya dengan baik.
"Saya punya pandangan bahwa kalau ini mau reshuffle, ini yang terakhir. Supaya teman-teman yang diangkat jadi menteri nanti betul-betul kerja fokus selama periodenya," kata Ade di Jakarta, Senin (18/7/2016).
Ade juga berpesan agar Presiden Jokowi hati-hati mengganti tim ekonominya. Saat ini, menurut Ade, ada tantangan kondisi ekonomi global, sehingga tim ekonomi Indonesia harus kuat.
"Karena perekonomian dunia sangat berpengaruh terhadap Indonesia. Misalnya persoalan tax amnesty. Sekarang ada isu Singapura yang akan berikan bebas pajak," ujar politisi Partai Golkar ini.
Namun, Ade mengaku menyerahkan sepenuhnya keputusan reshuffle kabinet kepada Presiden Jokowi. Sebab, pergantian dan penunjukan menteri adalah hak prerogatif Presiden.
"Kebutuhan untuk reshuffle segera atau tidak hanya beliau yang tahu," ujar Ade.
Isu reshuffle kabinet mencuat setelah Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional berubah arah politik, dari oposisi jadi pendukung pemerintah.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan reshuffle bisa terjadi kapan saja. (Baca: Mensesneg: "Reshuffle" Biasanya Tak Direncanakan, Tunggu Saja)
Ia meminta masyarakat untuk menunggu dan tidak terlalu banyak berspekulasi. Terlebih lagi, reshuffle merupakan hak prerogatif Presiden Joko Widodo.
"Ya tunggu saja, Pak Presiden juga kalau akan reshuffle biasanya juga tidak terlalu direncanakan," kata Pratikno di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa pekan lalu.
"Sudah dipikirkan jauh-jauh hari, tetapi kan tidak perlu diumumkan jauh-jauh hari juga. Kita tunggu saja," ujarnya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.