Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Stasiun Televisi Sarat Kepentingan Politik Pemodal, KPI Periode Lalu Dinilai Mengecewakan

Kompas.com - 18/07/2016, 09:03 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Komunikasi Universitas Indonesia, Ade Armando menilai, kinerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pada periode 2013-2016 sangat mengecewakan. Menurtutnya, KPI periode lalu terkesan disetir oleh kepentingan pemodal.

Ia mencontohkan salah satu grup televisi swasta yang digunakan sebagai propaganda partai politik. Masyarakat, kata Ade, sudah mengingatkan KPI untuk bertindak namun KPI tak bergeming.

Padahal, penggunaan stasiun televisi untuk propaganda partai politik melanggar Undang-Undang Penyiaran.

(Baca: Komisi I Enggan Publikasi Nilai 27 Calon Komisioner KPI)

"2014 itu jadi contoh buruk mengenai bagaimana penggunaan stasiun televisi untuk kepentingan pemodal. Tapi toh KPI diam saja," kata Ade saat dihubungi, Minggu (17/7/2016).

Contoh lain adalah terkait kewajiban stasiun televisi swasta ibu kota agar berjaringan ke setiap daerah. Hal tersebut sudah dilakukan oleh beberapa stasiun televisi baru namun 10 stasiun televisi bersikukuh menolak aturan KPI tersebut.

Ke-10 stasiun televisi tersebut adalah yang akan diperpanjang izin siarnya akhir tahun ini. Ade pun melihat KPI yang lalu telah disusupi oleh titipan industri dan elit-elit politik yang efeknya berimbas pada kualitas tayangan.

"Jadi KPI yang terakhir ini justru contoh yang sangat buruk mengenai lembaga regulator penyiaran," tutur Anggota Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP) itu.

KPI, lanjut dia, sebetulnya diberi kewenangan oleh undang-undang untuk memaksa stasiun-stasiun televisi agar mematuhi peraturan yang mereka buat. KPI juga bisa bertindak tegas dengan mencabut izin siar jika peratutan yang dibuatnya tak dipatuhi atau dilanggar.

Karena itu ia berharap untuk periode selanjutnya, tak ada komisioner KPI yang merupakan titipan elit politik. Itu agar memunculkan anggota-anggota KPI yang berkualitas dan berintegritas demi pembenahan penyiaran.

(Baca: Pakar Komunikasi: DPR Jangan Salah Pilih Komisioner KPI)

Ade pun berharap agar Komisi I DPR dapat menjalankan tugasnya dengan baik dalam menyeleksi komisioner baru KPI. DPR dalam hal ini memiliki kekuatan untuk memaksa komisioner terpilih agar betul-betul menjalankan amanat Undang-Undang Penyiaran.

Ia pun mempercayai DPR, mengingat anggota dewan juga sudah memilih komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dinilainya bagus.

"Sekarang hal yang sama seharusnya dilakukan untuk KPI. DPR memilih orang-orang terpilih untuk kepentingan publik. Jangan kepentingan partai, kepentingan pemodal," ucap mantan Komisioner KPI periode 2004-2007 itu.

Adapun DPR pada hari ini akan menggelar uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) Komisioner KPI. Uji kepatutan dan kelayakan berlangsung selama dua hari hingga Selasa (19/7/2016) besok.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar Tegaskan Belum Ada Upaya Revisi UU MD3 demi Kursi Ketua DPR

Golkar Tegaskan Belum Ada Upaya Revisi UU MD3 demi Kursi Ketua DPR

Nasional
Tak Ada Anwar Usman, MK Diyakini Buat Putusan Progresif dalam Sengketa Pilpres

Tak Ada Anwar Usman, MK Diyakini Buat Putusan Progresif dalam Sengketa Pilpres

Nasional
Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

Nasional
Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Nasional
Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Nasional
Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com