Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hindari Perompak, Pelaut Indonesia Perlu Diberi Latihan Dasar Kemiliteran

Kompas.com - 13/07/2016, 15:49 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Penyanderaan kembali warga negara Indonesia (WNI) oleh kelompok militan bersenjata menunjukkan bahwa negara telah dilecehkan dan kewibawaannya tidak diperhitungkan. Tercatat sudah empat kali peristiwa penyanderaan terjadi sejak awal tahun 2016.

Namun, hingga saat ini, upaya penanganan perampokan dan penculikan yang dilakukan Pemerintah Indonesia dinilai masih belum efektif mengingat masalah penyanderaan masih berulang kali terjadi.

Staf Ahli Menko Polhukam bidang Kedaulatan Wilayah dan Kemaritiman Laksamana Muda Surya Wiranto berpendapat, kondisi pelayaran Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Pelaut Indonesia sudah berada pada kondisi krisis dan harus diperkuat.

(Baca: Kelompok Penculik 3 WNI di Malaysia Minta Tebusan 200 Juta Peso)

Menurut dia, pemerintah harus membekali para pelaut ABK kapal dengan kemampuan membela diri dan latihan dasar kemiliteran yang baik agar mereka bisa bertahan jika sewaktu-waktu menghadapi perompak di tengah laut.

"Saya melihat beberapa peristiwa penyanderaan menunjukkan bahwa kemampuan bela diri para pelaut atau ABK kapal juga perlu disiapkan," ujar Surya di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (13/7/2016).

Surya mengatakan, program pelatihan dasar kemiliteran dimaksudkan agar ABK WNI tidak terus-menerus dijadikan sandera perompak karena sudah dibekali cara menangkal dan melawannya.

(Baca: Jokowi Telepon Presiden Filipina Terkait WNI yang Disandera)

Selain itu, kata Surya, peranan para pelaut yang dilatih kemiliteran ini sangat penting untuk membantu TNI dalam mempertahankan kedaulatan negara di wilayah perairan.

Surya menuturkan, saat ini banyak ABK kapal nelayan China yang dilatih kemiliteran sebagai komponen pendukung bersama dengan coast guard dalam menjaga wilayah perairan nime dashed lines yang diklaim oleh China.

"Lihat saja perompakan yang sering dialami oleh para pelaut Indonesia. Seolah para pelaut tidak berdaya menghadapi perompak, padahal sudah sewajarnya kalau mereka dilatih kemiliteran, ditingkatkan jiwa militannya untuk mempertahankan kedaulatan negara, termasuk kapal dan keselamatan dirinya sendiri," ungkap dia.

(Baca: Luhut Duga Berulang Kali Penyanderaan WNI karena Ukuran Kapal Kecil)

Surya juga mengatakan, dalam mengatasi masalah penyanderaan, pemerintah tidak bisa melakukan usaha penyelamatan secara instan.

Pemerintah Indonesia perlu membangun diplomasi luar negeri yang semakin baik agar posisi Indonesia lebih diperhitungkan di mata internasional.

Di samping itu, dia juga mengingatkan pemerintah seharusnya tidak sekadar menjadikan penyanderaan ini sebagai bahan pembelajaran semata dan solusi penyanderaan ini seharusnya tidak diarahkan pada pemberian tebusan kepada pihak perompak.

Kompas TV Ke-4 Kali Kasus WNI Disandera Perompak di 2016
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com