JAKARTA, KOMPAS.com - Tingginya arus urbanisasi pasca-mudik Lebaran ke kota besar, khususnya Jakarta, dianggap salah satu persoalan yang sulit dipecahkan.
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengakui, kota besar memang memberikan peluang kerja yang lebih besar.
Perputaran uang sebesar 80 persen di kota-kota besar. Namun, hal tersebut tidak diimbangi dengan kualitas sumber daya manusia yang baik.
Menurut Khofifah, banyak orang yang memutuskan berburu peluang kerja di kota besar tidak memiliki keterampilan yang mencukupi.
Jika hal tersebut tidak segera ditanggulangi, maka arus urbanisasi yang tinggi akan menyebabkan meningkatnya jumlah pengangguran di kota besar.
Menyikapi hal ini, Kementerian Sosial mempersiapkan berbagai macam program pelatihan keterampilan agar mereka yang datang dari desa memiliki daya saing saat mencari kerja di kota.
"Sekarang ini yang kami upayakan adalah bagaimana memberi ruang bagi mereka untuk mengikuti training atau short course. Hal itu menjadi penting, karena di Jakarta sumber pekerjaan cukup banyak bagi orang-orang yang punya skill," ujar Khofifah, saat ditemui di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat (12/7/2016).
Khofifah menjelaskan, dorongan untuk pergi ke kota akan selalu ada selama masyarakat berpikir bahwa kota besar menjanjikan kesejahteraan dan masa depanyang lebih baik.
Saat mudik, biasanya cerita tentang mudahnya mencari uang di kota akan tersebar di masyarakat desa.
Namun, tidak dibarengi dengan kesadaran akan kebutuhan keterampilan dan kemampuan yang baik.
Pemerintah juga tidak bisa melarang setiap orang pergi ke kota untuk mencari pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Khofifah mengatakan, yang bisa dilakukan Kemensos adalah membuka kesempatan seluas-luasnya bagi siapapun yang ingin meningkatkan kualitas dirinya.
"Siapapun yang punya skill, silakan. Yang tidak punya skill sebaiknya kursus dulu sebelum ke kota. Namun saya ingatkan, meski kota menyediakan banyak pekerjaan bukan berarti sumber kesejahteraan dan kebahagiaan ada di kota besar," kata dia.
Pelibatan akademisi mendampingi desa
Khofifah berpendapat bahwa tingginya arus urbanisasi ke kota besar bisa dicegah dengan pengelolaan dana desa yang baik.
Menurut khofifa,h dana desa yang dianggarkan oleh pemerintah jumlahnya cukup besar.
Pada 2015, dana desa yang turun sebesar Rp 20 triliun dan naik menjadi Rp 40 triliun pada 2016.
Besarnya dana desa tersebut harus diimbangi dengan peningkatan sumber daya manusia (SDM) di desa.
Hal tersebut bisa dimaksimalkan dengan melibatkan kalangan akademisi berupa pendampingan masyarakat desa dalam memaksimalkan potensi yang ada.
"Hari ini dana desa cukup besar. Hal itu harus diimbangi dengan peningkatan SDM dengan melibatkan pihak universitas memberi pendampingan ke desa-desa supaya mereka bisa menginjeksi SDM berkualitas," ujar dia.
Khofifah menuturkan, partisipasi berupa pendampingan dari para akademisi sangat dibutuhkan.
Ia menilai, seorang akademisi biasanya memiliki jaringan luas dengan pihak pemerintah maupun pelaku ekonomi.
Kelebihan tersebut bisa dimanfaatkan dalam meningkatkan potensi yang ada di desa.
Khofifah mencontohkan, misalnya sebuah desa terkenal sebagai sentra penghasil gula, maka pendamping bisa mengarahkanuntuk meningkatkan kualitas gula yang dihasilkan, jumlah produksi sampai tahap pemasaran produknya.
Meski membutuhkan waktu yang lama, namun Khofifah yakin cara ini cukup efektif dalam menekan arus urbanisasi di Indonesia yang cukup tinggi.
"Keterlibatan akademisi penting untuk membangun jejaring supay produk lokal pedesaan dapat merambah lebih luas. Harus ada konektivitas supaya produknya terpasarkan. Para akademisi biasanya memiliki pikiran genuine, produktif, dan jejaring yang luas," papar dia.