Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WNI Kembali Disandera, Indonesia Diminta Lebih Keras terhadap Filipina

Kompas.com - 12/07/2016, 09:56 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti The Community Of Ideological Islamic Analyst Harits Abu Ulya berpendapat, pemerintah Indonesia harus bersikap lebih tegas dan keras terhadap pemerintah Filipina terkait penyanderaan warga negara Indonesia oleh kelompok Abu Sayyaf.

Indonesia harus mengambil kebijakan, misal hubungan luar negeri atau perdagangan, yang mampu memaksa Filipina lebih bertanggung jawab atas aksi-aksi kelompok Abu Sayyaf.

"Pemerintah Indonesia perlu lebih keras ke Filipina. Misalnya moratorium batu bara atau embargo produk perdagangan atau yang lainnya supaya Filipina lebih bertanggung jawab terhadap kelompok Abu Sayyaf dan perompak lain di sana," ujar Harits melalui pesan singkat, Selasa (12/7/2016).

(baca: WNI Kembali Disandera, Kewibawaan Indonesia Dipertanyakan)

Jika tidak demikian, Harits yakin pembajakan dan penyanderaan WNI akan terus berulang. Apalagi jika perusahaan tempat WNI yang disandera bekerja, memberikan uang tebusan seperti yang diduga pada kasus sebelumnya.

Harits juga meyakini upaya pembebasan WNI kali ini akan lebih sulit dari sebelumnya. Butuh energi ekstra mengingat perusahaan WNI yang disandera bukanlah perusahaan besar.

"Perusahaannya tidak besar dan tidak cukup uang untuk menebus. Sementara, di sisi lain pemerintah tidak akan mengeluarkan uang tebusan bagi warganya meski keselamatan adalah prioritas," ujar dia.

(baca: Anggap Abu Sayyaf Keterlaluan, Panglima Tegaskan TNI Siap Masuk Filipina)

Peristiwa penyanderaan ini, lanjut Harits, menunjukkan patroli bersama otoritas Malaysia dan Filipina belum maksimal.

Seharusnya, kasus ini menjadi momentum untuk memperkuat sinergisitas antarkeamanan laut ketiga negara.

Tiga WNI disandera kelompok Abu Sayyaf ketika melewati perairan kawasan Felda Sahabat, Tungku, Lahad Datu Sabah, Negara Bagian Malaysia. Mereka adalah ABK pukat tunda LD/114/5S milik Chia Tong Lim berbendera Malaysia.

(baca: Bahas Pembebasan WNI, Menhan Akan Bertemu Menhan Malaysia dan Filipina di Kuala Lumpur)

Sebelum penyanderaan tiga WNI, tujuh anak buah kapal (ABK) WNI lebih dulu disandera kelompok Abu Sayyaf di perairan Sulu, Filipina Selatan.

Penyanderaan itu terjadi pada Senin (20/6/2016). Selain membajak kapal, penyandera meminta tebusan sebesar Rp 60 miliar.

(Baca: Menhan Filipina Minta Ryamizard Tidur Enak Saja Menunggu Pembebasan 7 WNI)

Sebelumnya, 10 WNI ABK kapal tunda Brahma 12 disandera kelompok Abu Sayyaf dan dibebaskan pada awal Mei 2016.

Selain itu, empat ABK kapal tunda Henry juga disandera kelompok yang sama. Keempatnya dibebaskan pada pertengahan Mei 2016.

Kompas TV Ke-4 Kali Kasus WNI Disandera Perompak di 2016
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com