JAKARTA, KOMPAS.com - Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo heran mengapa kelompok milisi Abu Sayyaf selalu menyasar warga negara Indonesia (WNI) sebagai objek penyanderaan.
Keheranan tersebut semakin menjadi setelah kelompok Abu Sayyaf menghadang kapal berbendera Malaysia di perairan Malaysia.
Dari tujuh anak buah kapal, kelompok itu memilih tiga orang WNI untuk disandera. Empat orang dibebaskan, tiga WNI dibawa ke perairan Filipina.
"Di dalam kapal itu ada tujuh orang, dicek semua yang punya paspor Indonesia, itu yang diculik. Ada apa sebenarnya Abu Sayyaf dengan Indonesia?" ujar Gatot di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (11/7/2016).
(baca: WNI Kembali Disandera, Kewibawaan Indonesia Dipertanyakan)
Kondisi tersebut membuat Panglima TNI geram. Hal itu membuat TNI semakin berniat membebaskan sendiri para sandera. TNI sudah siap untuk melaksanakan upaya pembebasan sandera WNI.
"Maka sekaligus saya sampaikan, apapun akan saya lakukan untuk pembebasan. Cara apapun juga. Sampai masuk ke sana pun saya akan lakukan. Karena ini sungguh keterlaluan," lanjut dia.
(baca: Pemerintah Izinkan Perusahaan Tebus 7 WNI yang Disandera)
Meski demikian, Gatot menegaskan, hingga saat ini pemerintah Filipina belum memberikan izin kepada militer Indonesia untuk masuk dan membebaskan sandera. TNI memilih menunggu Filipina memperbolehkan masuk.
"Kami akan berusaha terus untuk itu (masuk ke Filipina)," ujar Gatot.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu sebelumnya menyatakan, Pemerintah Filipina mengizinkan Indonesia, dalam hal ini TNI, melakukan pengejaran terhadap perompak dan kelompok teroris jika terjadi pembajakan atau penyanderaan warga negara Indonesia di kawasan selatan Filipina hingga ke teritorial Filipina.
(baca: Indonesia Diizinkan Kejar Perompak ke Filipina)
Ryamizard bertemu dengan Menteri Pertahanan Filipina Voltaire T Gazmin, Minggu (26/6), membahas soal penyanderaan warga negara Indonesia di Filipina Selatan dan tindak lanjut kesepakatan antara Indonesia, Filipina, dan Malaysia soal patroli keamanan bersama di perbatasan ketiga negara.
"Pemerintah Filipina mengizinkan pengejaran terhadap perompak dan teroris di Filipina Selatan hingga melintasi perbatasan laut RI-Filipina. Semua dilakukan dalam kerangka semangat ASEAN, yakni keamanan dan stabilitas kawasan," kata Ryamizard yang dihubungi di Manila.
Sebelum penyanderaan 3 WNI, tujuh ABK WNI lebih dulu disandera kelompok Abu Sayyaf di perairan Sulu, Filipina Selatan.
Penyanderaan itu terjadi pada Senin (20/6/2016). Selain membajak kapal, penyandera meminta tebusan sebesar Rp 60 miliar.
(baca: Menhan Filipina Minta Ryamizard Tidur Enak Saja Menunggu Pembebasan 7 WNI)
Sebelumnya, 10 WNI ABK kapal tunda Brahma 12 disandera kelompok Abu Sayyaf dan dibebaskan pada awal Mei 2016.
Selain itu, empat ABK kapal tunda Henry juga disandera kelompok yang sama. Keempatnya dibebaskan pada pertengahan Mei 2016.