Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benalu Bangsa

Kompas.com - 04/07/2016, 06:10 WIB

Oleh: M Subhan SD

Rodiaman (38) tergolek lemas di Rumah Sakit Al-Ihsan Bandung. Tubuhnya digerogoti penyakit yang diduga tumor usus. Sebuah pemandangan yang sangat mengenaskan hati.

”Ironi Pahlawan Dayung,” begitu judul Kompas (1/7) di halaman olahraga. Rodiaman adalah pahlawan olahraga. Mengharumkan nama bangsa di panggung internasional.

Lewat olahraga dayung, ia lima kali mengibarkan bendera Merah Putih dan mengumandangkan lagu Indonesia Raya ketika menyabet medali emas SEA Games pada 2001, 2003, 2005, 2007, dan perunggu pada 2002.

Beruntung karena banyak koleganya memberikan perhatian dan dukungan moril. Biaya perawatan pun ditanggung BPJS Kesehatan.

Jika melihat kondisinya, Rodiaman perlu mendapat perhatian lebih baik. Setidaknya sebagai bentuk perhatian terhadap putra-putra bangsa yang telah memberikan bakti kepada bangsa dan negara.

Namun, apakah penyelenggara negara, terkhusus elite-elite, memberi perhatian yang cukup untuk pahlawan olahraga itu?

Bagaimana elite-elite sempat memperhatikan apabila mereka sibuk dengan diri sendiri. Sebaliknya, elite-elite malah menjadi benang kusut yang melilit bangsa ini.

Orang-orang seperti Rodiaman yang mengangkat harkat, martabat, dan kebanggaan bangsa; barangkali mudah saja terlupakan. Karena, para elite terlalu sibuk mengeruk uang rakyat.

Padahal, apa yang mereka lakukan untuk benar-benar mengharumkan bangsa dan negara? Sudah mendapat gaji besar, tunjangan besar, fasilitas berlimpah, dan hak-hak istimewa lainnya; masih saja menggarong uang rakyat.

Di DPR, misalnya, begitu lumrah terdengar proyek-proyek yang dijadikan bancakan. Banyak kasus, anggota DPR menjadi makelar proyek.

Kasus terhangat adalah ditangkapnya anggota Komisi III DPR, I Putu Sudiartana, Selasa (28/6). Wakil Bendahara Partai Demokrat itu ditangkap KPK karena ditengarai kuat menjadi ”pengatur” proyek 12 ruas jalan di Sumatera Barat.

Tudingan itu menguat mengingat ia adalah anggota Komisi III yang ruang lingkup kerjanya meliputi bidang hukum, HAM, dan keamanan.

Jadi, tidak ada hubungannya dengan proyek-proyek infrastruktur, yang di DPR menjadi lingkup kerja Komisi V. Ah, rupanya nyalo proyek.

Logika sehat rasanya tak bisa menerima kenyataan bahwa politisi di DPR tidak kapok-kapok atau sadar-sadar juga.

Saat ada seorang politisi ditangkap, politisi lainnya tidak menjadikan momentum untuk menghentikan cara-cara curang mencuri uang rakyat.

Pada 20 Oktober 2015, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Hanura, Dewie Yasin Limpo, ditangkap KPK dalam‎ operasi tangkap tangan (OTT).

Dewie terkait kasus suap perencanaan anggaran proyek pembangkit listrik mikrohidro di Kabupaten Deiyai, Papua. Modusnya memasukkan proyek itu ke dalam pembahasan APBN 2016.

Penangkapan politisi DPR yang membuat geger adalah penangkapan anggota DPR dari Fraksi PDI-P, Andriansyah, dalam OTT KPK di Sanur, Bali, 9 April lalu, sebab ia ditangkap saat PDI-P menggelar kongres di Sanur.

Artinya, Adriansyah secara langsung mempermalukan dan mencoreng wajah PDI-P. Adriansyah ditangkap terkait proses pemberian izin usaha tambang batubara di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan.

Lagi-lagi, rentetan penangkapan itu tidak ada efeknya sama sekali. Praktik suap dan makelar proyek tetap saja berlangsung.

Keberadaan KPK pun tidak ditakuti. Bahkan, agenda reformasi yang khusus memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) sepertinya sudah dilupakan.

Buktinya, lagi-lagi politisi PDI-P, Damayanti Wisnu Putranti, ditangkap dalam OTT KPK pada 13 Januari 2016.

Anggota Komisi V ini dicokok terima suap sebagai perantara yang melicinkan proyek di wilayah Indonesia timur. Maka, ketika I Putu Sudiartana diciduk KPK lagi, rasanya sudah sangat keterlaluan.

Seakan berlomba dengan eksekutif, di institusi yudikatif pun praktik korup tidak hilang-hilang. Berulang kali panitera, hakim, dan anggota staf MA ditangkap karena sogokan.

Kamis (30/6), KPK menangkap panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena diduga menerima suap untuk mengurus perkara perdata.

Sebelumnya, panitera PN Jakpus, Edy Nasution, juga ditangkap KPK. Bahkan, mengarah ke Sekretaris MA Nurhadi. Nurhadi pun bolak-balik diperiksa KPK. Rumah dan kantornya juga digeledah.

Sayang, agenda pemberantasan korupsi di negeri ini tak mulus. Tampaknya ada invisible hand yang tak mau kasus-kasus seperti itu terbongkar.

Buktinya orang yang diduga mengetahui kasus itu, yakni Royani, sopir Nurhadi, sampai hari ini tak tentu rimbanya.

Aneh juga jejak Royani tidak ditemukan pada era terbuka dan sudah sedemikian transparan ini. Bisa jadi ada orang yang begitu powerful yang menyembunyikan Royani.

Banyaknya pihak yang tetap bermain kotor tidak hanya mengganggu proses reformasi, tetapi juga terus-menerus mengkhianati rakyat.

Begitu banyak orang yang berkorban dan mengharumkan nama bangsa, seperti Rodiaman, belum tentu menikmati hasil kemajuan negeri ini.

Justru orang-orang yang hidupnya bergantung kepada negara ini (pemerintah) yang tidak henti mengeruk kekayaan negeri. Mereka terlihat sebagai operator negeri ini, tetapi sesungguhnya seperti benalu pengisap bangsa ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Inklusivitas Gender Jadi Pembahasan Pansel Capim KPK

Inklusivitas Gender Jadi Pembahasan Pansel Capim KPK

Nasional
Putus Internet ke Kamboja dan Filipina, Menkominfo: Upaya Berantas Judi 'Online'

Putus Internet ke Kamboja dan Filipina, Menkominfo: Upaya Berantas Judi "Online"

Nasional
Pemerintah Putus Akses Internet Judi 'Online' Kamboja dan Filipina

Pemerintah Putus Akses Internet Judi "Online" Kamboja dan Filipina

Nasional
Upaya Berantas Judi 'Online' dari Mekong Raya yang Jerat 2,3 Juta Penduduk Indonesia...

Upaya Berantas Judi "Online" dari Mekong Raya yang Jerat 2,3 Juta Penduduk Indonesia...

Nasional
Keamanan Siber di Pusat Data Nasional: Pelajaran dari Gangguan Terbaru

Keamanan Siber di Pusat Data Nasional: Pelajaran dari Gangguan Terbaru

Nasional
Tanggal 26 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Letjen Suryo Prabowo Luncurkan Buku 'Mengantar Provinsi Timor Timur Merdeka Menjadi Timor Leste'

Letjen Suryo Prabowo Luncurkan Buku "Mengantar Provinsi Timor Timur Merdeka Menjadi Timor Leste"

Nasional
Resmikan Destinasi Wisata Aglaonema Park di Sleman, Gus Halim: Ini Pertama di Indonesia

Resmikan Destinasi Wisata Aglaonema Park di Sleman, Gus Halim: Ini Pertama di Indonesia

Nasional
Drag Fest 2024 , Intip Performa Pertamax Turbo untuk Olahraga Otomotif

Drag Fest 2024 , Intip Performa Pertamax Turbo untuk Olahraga Otomotif

Nasional
2.000-an Nadhliyin Hadiri Silaturahmi NU Sedunia di Mekkah

2.000-an Nadhliyin Hadiri Silaturahmi NU Sedunia di Mekkah

Nasional
TNI AD: Prajurit Gelapkan Uang untuk Judi 'Online' Bisa Dipecat

TNI AD: Prajurit Gelapkan Uang untuk Judi "Online" Bisa Dipecat

Nasional
Airlangga Yakin Jokowi Punya Pengaruh dalam Pilkada meski Sebut Kearifan Lokal sebagai Kunci

Airlangga Yakin Jokowi Punya Pengaruh dalam Pilkada meski Sebut Kearifan Lokal sebagai Kunci

Nasional
TNI AD Mengaku Siapkan Pasukan dan Alutsista untuk ke Gaza

TNI AD Mengaku Siapkan Pasukan dan Alutsista untuk ke Gaza

Nasional
Mitigasi Gangguan PDN, Ditjen Imigrasi Tambah 100 Personel di Bandara Soekarno-Hatta

Mitigasi Gangguan PDN, Ditjen Imigrasi Tambah 100 Personel di Bandara Soekarno-Hatta

Nasional
Pusat Data Nasional Diperbaiki, Sebagian Layanan 'Autogate' Imigrasi Mulai Beroperasi

Pusat Data Nasional Diperbaiki, Sebagian Layanan "Autogate" Imigrasi Mulai Beroperasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com