JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai selama ini pemerintah tidak pernah membatasi masyarakat untuk memeluk agama.
Kalau pun terdapat aturan yang mengatur kehidupan beragama, aturan tersebut dibuat untuk megharmonisasi antara kehidupan umat beragama satu dan umat beragama lain.
“Bahwa kemudian ada konflik-konflik di daerah tertentu soal itu, itu justru karena ada aturan dan pegangan untuk mengatur sesuatu dengan baik,” kata Kalla di Kantor Wapres, Jumat (1/7/2016).
Kalla menanggapi laporan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang menyebut kasus pelanggaran kebebasan beragama naik dalam kurun waktu tiga bulan terakhir. Dalam laporannya, setidaknya terdapat 11 kasus pelanggaran yang dimonitor Komnas HAM.
(Baca: Ini 11 Kasus Pelanggaran Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan 3 Bulan Terakhir)
Kendati demikian, Wapres justru mempertanyakan tolok ukur yang digunakan Komnas HAM dalam mengkategorikan kasus pelanggaran kebebasan beragama di daerah.
“Karena di Indonesia tidak ada aturan apa pun yang menghalangi orang untuk mengurangi kebebasan beragama. Enggak ada. Malah kita di dunia ini sebagai negara paling toleran dalam hal beragama,” ujarnya.
Ia menambahkan, Undang-Undang Dasar 1945 secara tegas telah mengatur kebebasan masyarakat dalam memeluk agama. Selain itu, keberadaan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri justru telah menjadi pedoman bagi masyarakat dalam mengatur kehidupan beragama.
Sekalipun keberadaan SKB tersebut seringkali dipersoalkan sejumlah kelompok.
“Menurut saya ya memang ada masalah-masalah sedikit soal masjid, Syiah atau Ahmadiyah, atau pun soal pembangunan rumah ibadah yang dipandang masyarakat tidak seusai dengan SKB. Justru SKB itu ada untuk memberikan harmonisasi,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, Komnas HAM menyatakan pengaduan soal kebebasan beragama dan berkeyakinan setiap tahunnya terus meningkat.
(Baca: Komnas HAM: Aduan Kebebasan Beragama Meningkat Setiap Tahun)
"Setiap tahunnya pengaduan kasus KBB itu terus meningkat," kata tim ahli koordinator Desk KBB Komnas HAM, Jayadi Damanik, Selasa (31/5/2016), seperti dikutip Antara.
Ia menyebutkan, banyaknya pengaduan itu membuat timnya dalam Desk KBB Komnas HAM, keteteran hingga dalam memberikan tanggapan sering lamban.
Ketua Komnas HAM M Imdadun Rahmat menyebutkan, pihaknya menganggap kasus KBB itu merupakan masalah serius negara terkait pluralitas.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.