Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Butuh Sosok seperti Ahok untuk Berantas Mafia Peradilan

Kompas.com - 01/07/2016, 14:08 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho memandang bahwa maraknya kasus suap yang melibatkan oknum di lembaga peradilan menunjukkan bahwa mekanisme pengawasan internal tidak berjalan dengan baik.

Menurut Emerson, mekanisme pengawasan seharusnya berjalan secara berjenjang mulai dari tingkat kepala pengadilan negeri hingga ketua Mahkamah Agung.

Namun sayangnya, Emerson tidak melihat adanya ketegasan dari pejabat terkait yang melakukan pengawasan.

"Fenomena ini tidak bisa dilepaskan dari buruknya pengawasan di internal pengadilan sendiri mulai dari PN, PT bahkan di MA. Mereka bergerak leluasa karena tidak ada yang mengawasi," ujar Emerson saat dihubungi, Jumat (1/7/2016).

Hal itu disampaikan Emerson menyikapi kembali ditangkapnya panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

(baca: ICW: Kami Minta Diperbanyak OTT KPK di Pengadilan)

Emerson mengatakan, saat ini ICW tidak melihat adanya sosok di lembaga peradilan yang memiliki ketegasan dan semangat untuk memberantas praktik mafia peradilan.

Padahal, sikap tegas dan keras sangat dibutuhkan dalam menjalankan fungsi pengawasan untuk mereformasi lembaga peradilan.

"Kata kuncinya ada di kepala penggadilan dan ketua MA. Kalau mereka lembek dan permissif, tidak tegas tidak mungkin bisa memberantas mafia peradilan. Memang butuh sosok seperti Ahok (Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama) untuk membenahi lembaga peradilan," kata Emerson.

(baca: Ahok: Dia Pikir Aku Demen Duit, Aku Demennya Ribut!)

Menurut Emerson, reformasi peradilan sulit sekali diwujudkan jika seseorang tidak memiliki ketegasan karena praktik mafia seperti penyuapan dinilai sudah menjadi gejala yang menggurita.

Dia menyebut, praktik suap sudah terjadi secara sistemik dan membudaya hampir di semua pengadilan, dari tingkat perkara yang kecil sampai perkara yang paling besar.

"Praktik suap ini sudah menggurita, sudah sistemik dan membudaya hampir di semua pengadilan dan dianggap lazim. Contoh sederhana ketika ada persidangan SIM banyaknya calo kumpul di pengadilan itu kan sama halnya dengan membiarkan praktik percaloan muncul," kata Emerson.

KPK pada Kamis (30/6/2016), menangkap Santoso, panitera pengganti PN Jakpus. Santoso diduga menerima suap untuk mengurus perkara perdata.

Selain menangkap Santoso, seperti dikutip Kompas, penyidik KPK juga menangkap dua orang lain yang diduga berperan sebagai pemberi suap.

Halaman:


Terkini Lainnya

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com