Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ren Muhammad

Pendiri Khatulistiwamuda yang bergerak pada tiga matra kerja: pendidikan, sosial budaya, dan spiritualitas. Selain membidani kelahiran buku-buku, juga turut membesut Yayasan Pendidikan Islam Terpadu al-Amin di Pelabuhan Ratu, sebagai Direktur Eksekutif.

Surat kepada Dunia

Kompas.com - 29/06/2016, 11:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Sukarno adalah satu-satunya presiden di dunia yang memprolamirkan kemerdekaan bangsanya dari penjajahan Barat. Entah dari mana ilham itu ia dapatkan, yang jelas, Proklamasi Indonesia berbeda jauh dengan Declaration of Independence gaya Amerika.

George Washington dan Thomas Jefferson bukan mendeklarasikan kemerdekaan bangsa Amerika. Sebaliknya, adalah penanda hari pertama perebutan paksa tanah Indian oleh para pendatang dari Eropa yang kini mengaku sebagai "kuncen resmi" Abad Modern.

Sebagai tokoh puncak yang diamanahi harapan jutaan rakyat, Sukarno melakukan upaya terakhir yang cukup nekat. Ia mempersilakan Jepang pulang kandang. Sebab tentara mereka sudah kocar-kacir dihajar Sekutu.

Tentara Tenno Heika (kaisar Jepang) itu sudah tak lagi punya alasan berperang. Mereka letih. Kelelahan luarbiasa. Apalagi Nagasaki-Hiroshima sudah luluh lantak oleh Little Boy dan Fat Man--dua bom atom yang dijatuhkan Amerika dari langit Negeri Sakura.

Jepang menyerah

Momen istimewa itulah yang dimanfaatkan Sukarno. Ia memilih bertindak sebelum jasadnya berkalang tanah. Pada malam 17 Agustus 1945, sebuah surat pendek ia susun dalam kepayahan tubuhnya yang sedang diserang malaria.

Dalam otobiografinya, Sukarno: Penyambung Lidah Rakyat yang ditulis Cindy Adams, ia mengenang,

"Proklamasi itu pendek saja. Melihat makna kata-katanya, ia merupakan pernyataan yang umum. Bukan satu ulangan dari kepedihan dan kemiskinan. Bagaimana mungkin pada saat itu kami menemukan ungkapan indah untuk mengingatkan orang pada pengorbanan luarbiasa ribuan mayat bergelimpangan dalam kuburan-kuburan tak dikenal di Boven Digul? Kami bahkan tidak pernah mencobanya. Pernyataan singkat yang tidak menggetarkan perasaan, dengan mana kami menuntut kembali tanah tumpah darah setelah 350 tahun dijajah."

Surat bersejarah itu tidak dipahat di atas perkamen dari emas. Hanya digurat pada secarik kertas yang diberi seseorang, dari buku catatan bergaris-garis biru seperti yang dipakai pada buku tulis anak sekolah. Sukarno menyobeknya selembar dan dengan tangannya sendiri, ia menuliskan untaian kata Proklamasi.

Sukarno bahkan tidak menyimpan pena bersejarah yang dipakai menuliskan kata-kata yang akan hidup abadi dalam sanubari rakyat Indonesia. Ia malah tak bisa mengingat dari mana datangnya pena tersebut. Menurut yang bisa diingatnya, pena itu ia pinjam dari seseorang--yang entah siapa.

Peristiwa besar lagi bersejarah itu, yang sudah disiapkan puluhan tahun dalam doa dan harapan, ternyata jauh dari kesan megah. Hampir tidak menggambarkan suasana kemuliaan yang dilihat Idayu Nyoman Rai saat memberi restu pada Sukarno kecil yang berumur dua tahun--dengan menghadap ke Timur. Tidak juga seperti bayangan Sukarno dalam kurungannya yang gelap di Penjara Banceuy.

Sukarno juga mengaku bahwa peristiwa itu tidak menimbulkan reaksi apa pun. Tidak juga kegembiraan. Sebelum berhasil merampungkan surat pendek itu, Sukarno sudah tidak tidur selama dua hari. Badannya menggigil dari kepala sampai kaki. Suhu tubuhnya naik hingga 40 derajat.

Namun apa yang bergelora dalam dadanya lebih hebat dari serangan malaria. Kepada sesama rekan pejuang yang lain, ia mengeluarkan perintah mengambil alih pemerintahan di tingkat desa, juga mengabarkan melalui sebuah tulisan:

"Besok Saudara akan mendengar melalui radio, berita kita sekarang menjadi bangsa merdeka. Begitu mendengar berita itu, bentuklah segera komite kemerdekaan daerah di setiap kota di daerah saudara."

Ia menulis berlusin-lusin surat hingga akhirnya tumbang di atas ranjang. Semua jalanan yang menuju rumah Sukarno di Pegangsaan, sudah dijejali rakyat. Mereka telah diberi tahu bahwa pemimpinnya sedang sakit. Selain itu, setiap orang gugup dan tegang.

Pada pukul sembilan pagi, sekitar 500 orang telah berdiri di depan rumah Sukarno. Fatmawati membangunkan suaminya tercinta. Wajah Sukarno pucat. Ia hanya tidur beberapa menit saja.

Orang-orang sudah berteriak lantang, "Sekarang, Bung... Ucapkan pernyataan kemerdekaan, sekarang!" Sukarno masih menderita demam. Menghadapi desakan-desakan yang menghentakkan itu, Sukarno masih berusaha berpikir jernih.

"Hatta belum datang. Aku tidak mau membacakan Proklamasi tanpa Hatta," kenangnya.

Tak lama berselang, Hatta pun muncul di kamar tidur di mana Sukarno masih terbaring sendirian, ditemani Fatmawati. Sambil menahan sakit luarbiasa, ia bersalin pakaian. Serba putih.

Tidak ada kata-kata berarti dari mereka yang dapat dicatat sejarah. Juga tak seorang pun dari mereka yang memiliki gairah. Mereka dilanda letih. Sangat mungkin juga, sedikit ketakutan.

Upacara menuju kemerdekaan berlangsung sederhana. Sukarno berjalan menuju pelantang suara hasil curian dari stasiun radio Jepang dan dengan singkat mengucapkan;

Proklamasi

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain, diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Jakarta, 17-8-'45

Atas nama bangsa Indonesia

Soekarno-Hatta

Fatmawati telah membuat sebuah bendera dari dua potong kain lusuh. Sepotong kain putih dan sepotong kain merah. Bendera gula-kelapa. Sang Saka Merah-Putih. Ia menjahitnya dengan tangan.

Inilah bendera resmi pertama Republik. Tiang benderanya berupa batang bambu panjang yang ditancapkan ke tanah. Potongannya kasar, dan tidak begitu tinggi.

Tidak ada orang yang khusus ditugaskan mengibarkan bendera Merah Putih nan keramat. Tiada juga persiapan khusus lainnya. Bahkan tak seorang pun berpikir sejauh itu.

Latif Hendraningrat, satu dari beberapa hadirin yang memakai seragam, ternyata sudah berada dekat tiang. Setiap orang menunggu dengan tegang ketika ia mengambil bendera, mengikatkan pada tali yang kasar dan kusut, dan mengibarkannya seorang diri dengan kebanggaan untuk pertama kali--setelah tiga setengah abad.

Setelah bendera dikibarkan, semua hadirin langsung menyanyikan lagu Indonesia Raya ciptaan Wage Rudolf Supratman, tanpa musik dan orkestrasi.

Gugatan Indonesia

Sukarno sadar betul perjuangannya belum selesai. Bahkan masih panjang. Imaji kebangsaan yang sudah ia gadang sedari Surabaya, Bandung, Endeh, Bengkulu, Padang, Parapat, baru saja terejawantah. Surat yang ia bacakan, jelas ditujukan untuk dunia. Bukan Belanda.

Sudah sejak berdiri membaca pembelaannya di Bandung yang dikenal sebagai Indonesia Menggugat, Sukarno telah meleburkan dirinya dalam gagasan besar kebangsaan. Sebab ia tidak menjuduli pembelaannya itu dengan Sukarno Menggugat.

Keyakinannya sebagai pemimpin besar revolusi, tumbuh kian membuncah. Purwarupa manusia Indonesia pertama tercitra pada dirinya. Ia kemudian dikenali sebagai Bung (Karno) Besar. Semua orang sama besar di hadapannya. Sebab tak ada orang kecil bagi Bung Besar.

Setiap anak negeri ini adalah orangorang besar yang berhak atas perjuangan Indonesia merdeka, termasuk para pelacur. Sebab tanah ini bukan tanah suci. Tanah ini tanah pusaka, yang menjaga siapa pun tumpah darahnya.

Bung Besar paham itu. Maka ia menjaga anak-anak Indonesia. Ia paham komunis. Tapi tidak membencinya. Ia tidak membela sosialis. Namun tidak juga menghinanya.

Bung Karno yang nasionalis sejati, hanya menghardik kapitalis, karena berusaha merebut tanah pusaka. Ia hanya menegur para penjajah, lantaran berusaha mengatur-atur pemilik tanah pusaka. Ia hanya menegur Amerika, sebab berusaha melangkahi orang-orang Indonesia.

Jika ada orang kecil bagi Bung Karno, maka tak ada Marhaen di negeri ini. Jika ada orang kecil baginya, maka takkan ada Sarinah bagi kita. Jika ada orang kecil, tak juga ada Riwu Ga dan Darham dalam sejarah kita. Bahkan Sariko, sipir Belanda yang bertugas menjaganya di Banceuy, jatuh cinta pada revolusi.

Bung Karno malah dengan sadar mengajak para pelacur Kota Kembang menjadi agen rahasianya dalam pendirian Republik--sebelum dibuang Belanda ke Endeh. Masih dalam rangkaian pembuangan, di Padang pun ia mengajak dan mendidik barisan pelacur untuk mengelabui tentara Jepang.

Maka menjadi wajar ketika Bung Karno telah didapuk selaku presiden, fotonya dipajang secara terhormat di kamar rumah-rumah bordil. Bapak kita mafhum. Sebab para pelacur itulah penyumbang dana bagi perjuangannya ketika masih memimpin Partai Nasional Indonesia di Bandung.

Sejarah telah membuktikan kemampuan unik Bung Karno membesarkan siapa pun orang yang berdekatan dengannya. Ia tak hanya rela didekati. Lebih dari itu, menerima dengan lapang dada dan hati yang terbuka.

Manusia sejati

Bung Karno tak pernah percaya bahwa kemiskinan adalah takdir manusia. Ia tahu betul, keserakahan kolonialisme adalah ujung pangkalnya.

Sejak kecil ia telah terbiasa makan satu kali dalam sehari. Menunya adalah ubi kayu, jagung tumbuk, dengan makanan sederhana yang lain. Bahkan ibunya tak mampu membeli beras murah yang biasa dibeli oleh petani. Ia hanya bisa membeli padi.

Setiap pagi, Idayu mengambil lesung dan menumbuk. Tak henti-hentinya menumbuk butiran-butiran berkulit itu sampai menjadi beras seperti yang dijual orang di pasar, kendati telapak tangannya memerah dan melepuh.

Dengan melakukan itu, Idayu bisa menghemat uang satu sen. Berbekal uang satu sen itu ia dapat membeli sayuran. Semenjak hari itu dan seterusnya, selama beberapa tahun kemudian, setiap pagi sebelum berangkat ke sekolah, Sukarno harus menumbuk padi untuk ibunya.

Sulur kemelaratan yang mendera keluarga Sukarno, menyebabkan ia akrab dengan kepahitan hidup. Ia telah sangat terbiasa tak memiliki apa pun selain ibunya. Ia melekat pada Idayu karena perempuan mulia itulah satu-satunya sumber pelepasan kepuasan hatinya.

Idayu juga perempuan pemberani. Ia pernah mendamprat para pejuang yang bersembunyi di belakang rumahnya, di Blitar. Ikhwal mereka hanya bisa tiarap dan tak melakukan penyerangan sama sekali untuk menghancurkan tentara Belanda.

"Ia adalah ganti gula-gula yang ada di dunia ini. Yah, ibu mempunyai hati yang begitu besar dan mulia," kenang Bung Karno.

Bapaknya, seorang guru yang keras. Sekali pun sudah berjam-jam belajar, ia masih tega menyuruh Sukarno kecil terus belajar sampai pusing dan kelelahan. Perpaduan sempurna inilah sumber kebesaran hatinya membina rakyat yang kelak ia perjuangkan.

Kendati dililit kemelaratan hidup, bunga kasih sayang masih mengelilingi Bung Karno. Ia pun insyaf, bahwa kasih sayang menghapus segala keburukan. Hasrat mencintai telah menjadi salah satu kekuatan pendorong dalam hidupnya, kelak di kemudian hari.

Atas dasar itulah, ia membenci segala bentuk penjajahan bangsa oleh bangsa lain. Bung Karno bertekad menghapusnya dari muka dunia, dan itikad itu telah ia buktikan dalam sejarah manusia.

Omah Prabata, 21 Ramadhan 1437 H

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Puan Lantik 3 Srikandi Anggota PAW dari Fraksi P-Nasdem, PPP, dan PKB

Puan Lantik 3 Srikandi Anggota PAW dari Fraksi P-Nasdem, PPP, dan PKB

Nasional
Jokowi Gelar Bukber di Istana, Wapres Singgung soal Kendalikan Nafsu Saat Berikan Tausiyah

Jokowi Gelar Bukber di Istana, Wapres Singgung soal Kendalikan Nafsu Saat Berikan Tausiyah

Nasional
Misi Kemanusiaan di Palestina, Fadli Zon Harap Kerja Sama Lembaga Zakat Indonesia-UNRWA Segera Dibentuk

Misi Kemanusiaan di Palestina, Fadli Zon Harap Kerja Sama Lembaga Zakat Indonesia-UNRWA Segera Dibentuk

Nasional
Soal Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis, Kubu Ganjar-Mahfud: Alasan Mengada-ada

Soal Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis, Kubu Ganjar-Mahfud: Alasan Mengada-ada

Nasional
DPR Setujui Perpanjangan Waktu Pembahasan RUU KIA, Puan Ungkap Alasannya

DPR Setujui Perpanjangan Waktu Pembahasan RUU KIA, Puan Ungkap Alasannya

Nasional
Arus Mudik Lebaran 2024 Diperkirakan Melonjak, Komisi V DPR Minta Kemenhub Serius Siapkan Kelaikan Angkutan Umum

Arus Mudik Lebaran 2024 Diperkirakan Melonjak, Komisi V DPR Minta Kemenhub Serius Siapkan Kelaikan Angkutan Umum

Nasional
Yakin MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, TKN: Gugatannya Tidak Masuk Akal

Yakin MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, TKN: Gugatannya Tidak Masuk Akal

Nasional
Kemenko Polhukam Identifikasi 1.900 Mahasiswa Jadi Korban TPPO Bermodus 'Ferienjob' di Jerman

Kemenko Polhukam Identifikasi 1.900 Mahasiswa Jadi Korban TPPO Bermodus "Ferienjob" di Jerman

Nasional
Lewat Telepon, Putra Mahkota Abu Dhabi Ucapkan Selamat ke Gibran

Lewat Telepon, Putra Mahkota Abu Dhabi Ucapkan Selamat ke Gibran

Nasional
Cerita soal Saham Freeport, Jokowi: Seperti Tak Ada yang Dukung, Malah Sebagian Mem-'bully'

Cerita soal Saham Freeport, Jokowi: Seperti Tak Ada yang Dukung, Malah Sebagian Mem-"bully"

Nasional
Akui Negosiasi Alot, Jokowi Yakin Indonesia Bisa Dapatkan 61 Persen Saham Freeport

Akui Negosiasi Alot, Jokowi Yakin Indonesia Bisa Dapatkan 61 Persen Saham Freeport

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Tolak Gugatan ke MK Disebut Salah Alamat oleh KPU

Kubu Ganjar-Mahfud Tolak Gugatan ke MK Disebut Salah Alamat oleh KPU

Nasional
Jokowi Gelar Buka Puasa di Istana, 2 Menteri PDI-P Tak Tampak

Jokowi Gelar Buka Puasa di Istana, 2 Menteri PDI-P Tak Tampak

Nasional
Polisi Tangkap 5 Tersangka Pengoplos BBM Pertalite Jadi Pertamax

Polisi Tangkap 5 Tersangka Pengoplos BBM Pertalite Jadi Pertamax

Nasional
Jokowi Buka Puasa Bersama Para Menteri, Duduk Semeja dengan Prabowo-Airlangga

Jokowi Buka Puasa Bersama Para Menteri, Duduk Semeja dengan Prabowo-Airlangga

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com