Dalam hal ini pengertiannya adalah korban dan akibat buruk kerusakan lainnyanya dapat di tekan ke tingkat yang paling minimal. Panduan ini disebut atau dikenal sebagai “emergency procedures”.
Nah, tingkat profesionalitas dari para praktisi dibidang penerbangan, terutama sekali akan diukur dari sejauh mana mereka menguasai dengan baik bidang kompetensinya termasuk keterampilan dalam melaksanakan “normal procedures” dan tingkat penguasaannya dalam antisipasi saat mengerjakan “emergency procedures”, bila terjadi kecelakaan.
Kedua hal tersebut, sangat memerlukan pendidikan dan latihan khusus yang ketat serta terus menerus.
Itu pula sebabnya, dalam dunia penerbangan dituntut disiplin yang ketat tanpa kompromi. Disiplin ketat tanpa kompromi akan sulit dapat terjaga dengan baik tanpa adanya pengawasan yang terus menerus.
Pengawasan yang terus menerus akan menjadi sia sia , apabila tidak ada tindakan dengan efek jera bila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan, aturan dan regulasi yang berlaku.
Itulah garis besar dari anatominya dunia penerbangan, dari seluk beluk lingkungan yang sangat teknologis sifatnya.
Emergency procedures
Mekanisme dan tata kelola serta keterampilan kerja yang seperti itulah yang ditunjukkan pada kejadian kecelakaan pesawat Singapore Airlines di Changi tersebut.
Begitu Pilot melihat ada kelainan pada mesin pesawatnya, dia sudah tau bahwa hal tersebut sudah mencapai ke satu tingkat yang harus dilakukan tindakan “emergency procedures” yang dalam hal ini harus melaksanakan “return to base”, kembali ke titik pemberangkatan.
Pilot juga segera melaksanakan langkah “emergency procedures” lainnya berupa instruksi pembagian pekerjaan bagi awak pesawat lainnya sesuai bidang tugas masing-masing.
Pada perjalanan terbang kembali ke titik pemberangkatan, dalam hal ini menuju Changi, sang Pilot memberitahukan pihak ATC (Air Traffic Control/Pemandu lalu lintas Udara) dan manajemen Bandara Changi tentang kondisinya yang tengah berada dalam keadaan “darurat” yaitu kelainan atau gangguan pada mesin pesawatnya.
Itu pula sebabnya kemudian pihak ATC dan Manajemen Bandara menyiapkan pelaksanaan “emergency procedures” yang harus dilakukan terhadap sebuah pesawat yang akan mendarat dengan kondisi gangguan mesin.
Setelah semua pihak terkait melaksanakan dengan baik “emergency procedures” sesuai bidang gugas masing-masing yang sudah menjadi panduan kerja yang baku itu, maka dapat disaksikan pesawat dengan gangguan mesin dapat mendarat dengan selamat, walau kemudian ada kebakaran yang juga dapat segera diatasi dengan baik.
Sebuah antisipasi terjadinya kecelakaan yang bahkan sudah terjadi dapat ditanggulangi dengan tingkat kerusakan dan korban yang minimal.
Kredibilitas