"Saya meminta kepada BPK untuk melakukan audit investigasi artinya mendalami kembali ke pemeriksaan itu," kata dia.
Audit investigasi tersebut diminta Ruki untuk menjelaskan adanya fraud atau kecurangan yang menimbulkan kerugian negara.
"Maka, masuklah laporan itu ke KPK," katanya.
Sayangnya, audit investigatif tersebut diterima KPK saat masa jabatan Ruki selesai. Akhirnya, laporan tersebut diserahkan Ruki kepada Komisioner KPK yang baru. Terlebih lagi, perkara tersebut masih berstatus penyelidikan. Ruki mengakui dirinya tidak mendalami hasil audit investigasi tersebut.
(Baca: BPK dan KPK yang Saling Pertahankan Sikap soal Sumber Waras)
"Tetapi, yang saya baca audit investigasi karena dipaparkan oleh Profesor Edi (BPK) kepada pimpinan KPK lengkap. Cuma saya datang terlambat karena waktu itu saya sakit, diyakini telah terjadi kerugian negara sebesar Rp 191 miliar dengan prosedur yang dilanggar Pemda DKI disebutkan. Kalau tidak salah enam poin indikasi itu yang menjelaskan pertanyaan kami," ucap Ruki.
Ruki pun tidak memahami alasan pimpinan KPK saat ini yang menyebutkan tidak ditemukan indikasi perbuatan melawan hukum. Namun, ia enggan berdebat mengenai hal tersebut.
"Kalau berdebat, saya orang luar, apa bedanya saya dengan pengamat," ujar dia.
Ia menyebutkan, pihak yang berwenang menentukan ada atau tidaknya perbuatan melawan hukum adalah penyelidik.
"Betul-betul dibedah adalah kenapa penyelidik menyebutkan tidak ditemukan indikasi perbuatan melawan hukum di KPK," kata Ketua Mahkamah Partai PPP itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.