JAKARTA, KOMPAS.com — Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyayangkan adanya suap dalam putusan kasus pencabulan Saipul Jamil.
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai menilai pengadilan, yang merupakan garda terakhir bagi masyarakat, termasuk korban untuk mendapatkan keadilan, seharusnya bisa steril dari upaya suap. Jika pengadilan tidak bisa memberikan keadilan untuk korban, korban dirugikan dua kali.
"Saat menjadi korban kejahatan sudah menderita, saat di pengadilan pun ternyata korban tidak mendapatkan keadilan," ujar Semendawai dalam keterangan tertulisnya, Jumat (17/6/2016).
(Baca: Saipul Jamil Jual Rumah untuk Menyuap Panitera PN Jakarta Utara)
KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Utara Rohadi pada Rabu (15/6/2016) dan mengamankan uang Rp 250 juta dan Rp 700 juta dalam mobil Rohadi. Uang ini diduga untuk meringankan putusan dakwaan Saipul Jamil.
LPSK mengkhawatirkan suap ini bisa jadi meringankan Saipul Jamil dari keadilan yang seharusnya. Sebab, Saipul hanya menerima tiga tahun penjara dari tuntutan jaksa, yakni tujuh tahun.
Semendawai menyebut dalam kasus berbeda bisa saja terdakwa divonis bebas. Bebasnya pelaku dapat membuat korban justru dituntut balik.
"Apa tidak celaka bagi korban jika seperti itu," kata dia.
(Baca: KPK Sebut "Commitment Fee" Saipul Jamil ke Panitera Senilai Rp 500 Juta)
Ketua majelis hakim kasus Saipul Jamil, Ifa Sudewi, membantah putusan dirinya berhubungan dengan tertangkapnya Rohadi. Ifa menilai, ada yang sengaja memanfaatkan putusan pengadilan tersebut untuk mencari keuntungan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanKunjungi kanal-kanal Sonora.id
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.