Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rizal Ramli: Pak Agus, Tangkap yang Lebih Besar, Saipul Jamil Cuma Kelas Polres

Kompas.com - 18/06/2016, 08:24 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah menggelar Konvensi Antikorupsi 2016 di gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta Pusat, yang dibuka pada Jumat (17/6/2016) malam dan akan berakhir Minggu (19/6/2016).

Dalam konvensi tersebut hadir sejumlah tokoh seperti Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo, Bupati Bojonegoro Suyoto, dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli.

Masing-masing tokoh tampil untuk mengutarakan pandangannya terkait persoalan korupsi di depan puluhan generasi muda Muhammadiyah yang hadir.

Ada kejadian lucu ketika Rizal Ramli mendapat giliran bicara. Dia sempat melontarkan lelucon yang ditujukan kepada Ketua KPK Agus Rahardjo.

"Pak Agus, lain kali tangkap yang lebih besar. Kalau (kasus) Saipul Jamil mah cuma kelas Polres," ujar Rizal yang disambut gelak tawa seluruh peserta, termasuk Agus Rahardjo.

Setelah tawa mereda, Rizal pun melanjutkan pemaparannya.

Menurut Rizal, saat Orde Baru mulai berkuasa, praktik korupsi mulai bermunculan karena banyak pemimpin negara yang tidak lagi memiliki visi dan misi dalam membangun bangsa Indonesia.

Situasi tersebut sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan pemimpin-pemimpin bangsa di era perjuangan kemerdekaan.

Kepemimpinan saat itu, kata Rizal, masih memiliki integritas, visi dan misi dalam membangun Indonesia. Sehingga, hampir tidak ada praktik korupsi. Ada rasa malu jika menyalahgunakan kekuasaan.

"Setelah Orde Baru berkuasa tidak ada misi. Kekuasaan dan uang, itu saja motivasinya. Sekitar periode 1950-an dunia politik sangat berintegritas. Ada rasa malu kalau menyalahgunakan kekuasaan," kata Rizal.

Rizal pun mengkritisi jabatan pemerintahan dan kursi perwakilan rakyat saat ini diisi oleh orang-orang yang tidak memiliki kapasitas yang mumpuni.

Umumnya mereka memiliki latar belakang pengusaha, yang seharusnya, menurut Rizal, kursi pemerintahan diisi oleh kaum intelektual dan akademisi.

"Pengusaha itu pada dasarnya baik, penguasa juga. Tapi kalau digabung jadi sumber malapetaka," tuturnya.

Oleh sebab itu ia mengusulkan adanya reformasi sistem politik terutama dalam hal pembiayaan partai politik.

Biaya operasional partai politik, kata Rizal, seharusnya dibiayai oleh negara melalui APBN sebagaimana diterapkan di negara-negara Eropa.

Dengan begitu praktik politik uang bisa diminimalisasi dan orang-orang dengan idealisme tinggi memiliki kesempatan terjun ke dunia politik tanpa harus memikirkan uang.

"Politik uang masih menjadi masalah yang dominan. Sekarang jadi anggota DPR butuh 5 miliar. Tidak ada tempat untuk kelompok idealis," kata Rizal.

"Sulit anak muda idealis yang tak punya uang masuk ke lingkaran politik indonesia. Solusinya parpol harus dibiayai oleh negara," ucapnya.

Kompas TV Pengacara Saipul Jamil Datang ke KPK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Nasional
Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Nasional
PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

Nasional
Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Nasional
KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

Nasional
Pengamat Heran 'Amicus Curiae' Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Pengamat Heran "Amicus Curiae" Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Nasional
Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Nasional
Marak 'Amicus Curiae', Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Marak "Amicus Curiae", Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com