Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selidiki Skandal Panama Papers, PPATK Kerja Sama dengan Australia dan Malaysia

Kompas.com - 17/06/2016, 20:05 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan hingga kini masih terus menyelidiki nama-nama warga negara Indonesia yang menyimpan dananya di negara-negara "surga" pajak, termasuk yang tercatat dalam dokumen Panama Ppapers yang bocor beberapa waktu lalu.

Untuk mengoptimalkan penelusurannya, PPATK telah menjalin kerja sama dengan Malaysia dan Australia.

"Kami saling melakukan pertukaran sharing informasi," kata Wakil Ketua PPATK Agus Santoso dalam diskusi 'Apa Kabar Panama Papers', di Jakarta, Jumat (17/6/2016).

Agus mengatakan, kedua negara tersebut dipilih karena berdekatan dengan Indonesia.

Kebanyakan WNI, kata dia, berupaya menghindari pajak dengan memilih negara yang jaraknya tak begitu jauh.

Selain itu, Australia dan Malaysia dipilih karena sejauh ini baru kedua negara tersebut yang mau diajak bekerja sama.

"Sampai saat ini PPATK masih memproses itu. Kalaupun ada nama perusahaan dan nama orang, kalau di luar negeri memang agak susah," kata dia.

PPATK fokus pada dua hal dalam menyelidiki WNI pengemplang pajak.

Pertama, political expose person, yakni pejabat atau penyelenggara negara, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif.

Kedua, mereka yang bukan pejabat negara namun memiliki kewajiban pajak yang besar.

"Di PPATK terus dilakukan kroscek karena nama-nama ini banyak sekali. Jadi harus ditabrakkan dengan data lain yang ada. Kami juga terus bangun kerja sama dengan Dirjen Pajak," kata Agus.

Namun, keputusan untuk bekerja sama dengan Australia dan Malaysia ini dikritik oleh Direktur Eksekutif Katadata Metta Dharmasaputra.

Menurut Metta, setidaknya ada 5 negara surga pajak yang palung signifikan digunakan, dan Australia serta Malaysia tidak masuk di dalamnya.

Kelima negara tersebut adalah Swiss, Hongkong, Amerika Serikat, Singapura, dan Cayman Island.

Singapura sendiri, kata dia, adalah negara surga pajak yang paling banyak digunakan oleh pengemplang pajak hingga buronan di Indonesia.

"Harusnya kalau mau membangun kerja sama dengan Singapura dulu," kata Metta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com