PALEMBANG, KOMPAS.com — Ingin meringankan beban orangtua. Itu alasan utama Tito Karnavian muda saat memutuskan untuk menempuh studi di Akabri.
Alasan sederhana yang ternyata menjadi jalan kesuksesan Tito menjadi calon tunggal kepala Polri pilihan Presiden Joko Widodo saat ini.
Achmad Saleh (77), ayahanda Tito, masih ingat betul peristiwa 32 tahun lalu saat dia melepas anak keduanya itu berangkat ke kampus Akabri di Magelang, Jawa Tengah.
Anak kedua dari empat bersaudara yang baru lulus dari SMAN 2 Palembang, Sumsel, itu berangkat ke Magelang membawa bekal uang Rp 12.000. Pada masa itu, uang Rp 12.000 tak bisa dikatakan kecil mengingat harga bensin Rp 350 per liter dan harga emas Rp 10.000 per gram.
(Baca: Badrodin: Jangan Ragukan Tito Karnavian, Sudah Lihat Hasilnya Bagaimana)
Pada tahun 1980-an, semua taruna Akpol dan Akademi Angkatan Darat, Udara, dan Laut wajib menjalani pendidikan dasar di Akabri di Magelang selama beberapa bulan. Setelah itu, mereka baru disebar ke akademi sesuai dengan pilihan awal.
"Pada saat itu, Tito juga diterima di univertas seperti UGM, STAN, dan Fakultas Kedokteran Unsri. Namun, Tito memilih Akabri. Saya ingat betul Tito pernah bilang ke saya, dia ingin meringankan beban ayahnya," ujar Achmad Saleh kepada Tribun Sumsel (Warta Kota Network).
(Baca: Tunjuk Tito Jadi Calon Kapolri, Ini Harapan Jokowi)
Tito paham betul jika dirinya memaksakan diri masuk universitas, tanggungan ayahnya akan semakin berat.
Tak hanya uang kuliah, Tito juga pasti membutuhkan uang saku bulanan, hingga sewa kamar kos. Sementara jika memilih Akabri, semua biaya itu tak perlu disiapkan ayahnya.
Tito menyelesaikan pendidikan di Akpol tahun 1987 dan meraih penghargaan Adhi Makayasa. Penghargaan ini hanya diberikan kepada lulusan terbaik pada setiap angkatan.
Anak yang ulet dan disiplin
Melihat kesuksesan anaknya menempuh studi dengan cemerlang dan bisa menjadi jenderal bintang tiga termuda, Achmad Saleh pun bangga bukan main. Semua doanya terjawab saat memberikan nama sang putra, Tito Karnavian.
Nama "Tito" diambil dari nama Presiden Yugoslavia, Josep Bros Tito, yang dikenal sebagai pemimpin negara yang disiplin serta disegani pada zamannya.
Kata "Karnavian" mengacu pada sebuah karnaval mahasiswa yang ditangani Achmad pada detik-detik menjelang kelahiran putranya.
(Baca: Jadi Calon Tunggal Kapolri, Ini Sepak Terjang Tito Karnavian)
Di balik nama itu, tersemat asa, agar pada masa mendatang, Tito Karnavian dapat menjadi pemimpin yang disiplin dan disegani.
"Itu harapan saya. Sejak dia kecil, saya memang berharap dia bisa menjadi pemimpin," kata Achmad Saleh yang merupakan alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya itu.
Tito kecil tumbuh seperti anak-anak pada umumnya. Namun, dari kecil itu, sudah terlihat sifat Tito yang sangat disiplin.
Jika ada pekerjaan rumah yang harus dikerjakan, Tito akan langsung mengerjakannya tanpa menunda. Tito pun tetap fokus menyelesaikan tugas tanpa tegiur ajakan teman-temannya untuk bermain.
Tak berharap jadi Kapolri
Kini, saat Achmad Saleh telah berusia 77 tahun, ia masih memiliki kesempatan untuk menyaksikan Tito Karnavian dipilih oleh Presiden Jokowi sebagai calon tunggal Kapolri. Achmad dan istrinya pun kewalahan menerima ucapan selamat.
"Sanak kerabat semua tidak berhenti menelepon. Mereka yang memberi tahu saya bahwa Tito menjadi calon tunggal Kapolri. Saya sudah plong sekarang, mudah-mudahan Allah tunjukkan yang terbaik," ungkap Achmad Saleh.
Achmad Saleh mengaku, ketika proses pencalonan Kapolri mulai bergulir, keluarganya tidak memiliki harapan besar.
(Baca: Tito Karnavian, Jenderal Bintang Tiga Termuda dengan Segudang Prestasi)
Mereka menyadari bahwa Tito merupakan jenderal bintang tiga paling muda di Polri. Lazimnya, jabatan Kapolri jatuh kepada jenderal bintang tiga senior. Namun, nasib berkata lain.
Achmad menyadari semakin menanjaknya karier Tito, cobaan akan senantiasa menghadang. Pada saat terakhir bertemu ketika Tito masih menjabat Kapolda Metro Jaya, Achmad berpesan bahwa persaingan di internal Polri akan semakin ketat.
Ketika itu, Tito menjawab tidak memiliki ambisi untuk meraih jabatan lebih tinggi.
(Baca: Kisah tentang Tim yang Dipimpin Tito Karnavian Saat Mencari Tommy Soeharto)
"Saya katakan persaingan pasti akan semakin berat. Semua berebut mencari posisi. Kalau ada suratannya, pasti akan terjadi," kata mantan penyiar RRI Palembang yang kini menjadi penulis buku religi Baitullah itu.
Meski Tito kini memiliki segudang kesibukan, dia tak pernah putus komunikasi dengan orangtuanya.
"Sampai saat ini, Tito masih terus berkomunikasi dengan saya dan saudara-saudaranya. Tito kalau mau bertugas selalu izin dan minta doa dari keluarganya," ucap Achmad. (tribun/tri)