JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, perlu dilakukan pembenahan menyeluruh di tubuh lembaga peradilan di Indonesia.
Hal ini terkait operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap dua panitera dalam waktu dua bulan terkait kasus dugaan suap.
JK mengatakan, pengadilan merupakan benteng terakhir dalam upaya penegakan hukum di Tanah Air.
Jika benteng ini bobol, kata Kalla, tentu akan menyulitkan mereka yang ingin mencari keadilan.
“Mudah-mudahan dengan langkah tegas ini, ada perubahan lah. Supaya ada ketakutan berbuat atau untuk tidak berbuat itu,” kata JK di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (17/6/2016).
Pembenahan yang diperlukan terutama dalam hal transparansi penanganan kasus dan mental pegawai.
JK mengakui, persoalan gaji pegawai yang sempat dipersoalkan diduga menjadi penyebab maraknya kasus suap di pengadilan.
“Tapi setelah semua dikasih tunjangan-tunjangan tinggi tetap saja (ada suap),” kata dia.
Ia menambahkan, diperlukan reformasi birokrasi di pengadilan. Sistem reward and punishment perlu diberikan kepada setiap pegawai.
“Kalau dia baik, apa yang diberikan. Kalau dia ini, hukumannya apa. Itu semuanya yang ingin saya sampaikan,” kata dia.
Sebelumnya, pada 20 April lalu, KPK menangkap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution.
Ia ditangkap bersama seorang pegawai swasta bernama Dody Aryanto Supeno. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka selaku pemberi dan penerima suap.
Uang sebesar Rp 50 juta yang disita dalam operasi tangkap tangan tersebut diduga terkait pengajuan peninjauan kembali (PK), dua perusahaan swasta yang sedang berperkara di PN Jakarta Pusat.
Hingga saat ini, penyidikan mengenai kasus dugaan suap di PN Jakpus terus berjalan.
Diduga, Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurachman terlibat dalam kasus tersebut.
Pada awal pekan ini, panitera Pengadilan Jakarta Utara, Rohadi ditangkap KPK. Ia ditangkap bersama seorang pengacara Saipul Jamil, Bertanatalia.
KPK menangkap keduanya saat terjadi penyerahan uang dari Berta kepada Rohadi. Uang sebesar Rp 250 juta yang dibungkus dalam tas plastik merah, diduga suap yang diberikan terkait perkara Saipul.