JAKARTA, KOMPAS.com - Komnas HAM mengusulkan penghapusan satu pasal dalam Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Komisioner Komnas HAM, Roichatul Aswidah menyebutkan, pasal yang perlu dihapuskan adalah Pasal 43a.
Pasal itu menyebutkan, "dalam rangka penanggulangan Tindak Pidana Terorisme, penyidik atau penuntut umum dapat melakukan pencegahan terhadap setiap orang tertentu yang diduga akan melakukan Tindak Pidana Terorisme untuk dibawa atau ditempatkan pada tempat tertentu yang menjadi wilayah hukum penyidik atau penuntut umum dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan."
"Karena semua orang yang kemudian ditangkap, dicabut kemerdekaannya, harus melalui prosedur hukum, harus tahu kenapa dia ditangkap dan semua hak-haknya yang mengikuti tetap harus dilindungi," ujar Roichatul dalam rapat dengar pendapat Pansus RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (9/6/2016).
Catatan Komnas HAM, banyak terjadi pelanggaran HAM dalam penindakan tindak pidana terorisme, di antaranya praktik penyiksaan, kesalahan penangkapan, penahanan hingga penyiksaan yang menimbulkan kematian.
Karena itu Komnas HAM juga memandang perlu ada badan pengawas yang berwenang mengawasi kinerja aparat penegak hukum dalam melakukan penindakan terhadap pelaku tindak pidana terorisme.
Namun, poin tersebut masih didalami karena saat ini sudah terlalu banyak badan yang terbentuk.
Karena itu, Komnas HAM memandang kewenangan pengawasan tersebut bisa dibebani pada badan yang sudah ada untuk memaksimalkan badan-badan yang sudah ada.
Roichatul menambahkan, Komnas HAM juga mengusulkan pasal baru yang secara eksplisit mengatur bahwa biaya penanganan tindak pidana terorisme dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Untuk menunjukkan bahwa kita negara berdaulat dan penindakan terorisme berdiri di atas kaki kita sendiri, tidak diberi bantuan oleh negara lain," kata Roichatul.
Ia menyampaikan, Komnas HAM masih mendalami beberapa hal dan memohon agar Pansus RUU Antiterorisme bisa menerima usulan susulan.
Salah satu poin yang masih didalami adalah tentang istilah deradikalisasi yang dalam draf RUU dipaparkan ke dalam poin a sampai g.
Komnas HAM mempermasalahkan keluarga teroris yang dimasukkan ke dalam pasal tersebut. Komnas HAM memandang, deradikalisasi hanya dilakukan pada orang yang radikal.
Roichatul mengatakan, draf RUU tersebut juga terlalu menekankan pada penindakan daripad pencegahan.
"Tidak bisa kepada keluarganya atau orang tertentu yang diduga," ujarnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.