JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima laporan hasil analisis (LHA) atas transaksi keuangan mencurigakan milik Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurachman dan istrinya, Tin Zuraida.
Laporan tersebut diserahkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Sebelumnya, PPATK sudah pernah kirim, tapi KPK juga berhak minta karena diduga ada transaksi yang mencurigakan yang bisa ditelusuri," ujar Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (7/6/2016).
Menurut Yuyuk, ada satu rekening keuangan lain yang bukan atas nama Nurhadi dan Tin yang diserahkan oleh PPATK. Namun, ia belum bisa memastikan nama pemilik rekening yang dimaksud.
(baca: PPATK Pernah Serahkan Data Keuangan Istri Nurhadi ke Kejaksaan)
Yuyuk mengatakan, tidak menutup kemungkinan rekening-rekening keuangan milik Nurhadi atau istrinya diblokir oleh KPK. Namun, untuk saat ini, laporan dari PPATK tersebut masih terus dipelajari oleh penyidik.
"Kita kan belum punya dasar agar pemblokiran itu dilakukan, ini kan dia masih jadi saksi," kata Yuyuk.
Nurhadi dan istrinya diduga mengetahui perkara dugaan suap yang melibatkan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Keduanya sudah diperiksa KPK.
(baca: Di Hadapan Komite Etik MA, Nurhadi Bantah Terlibat Perkara Suap di PN Jakpus)
Dalam penggeledahan di kediaman milik Nurhadi, penyidik KPK menyita sejumlah dokumen dan uang sebesar Rp 1,7 miliar dalam pecahan berbagai mata uang asing.
Royani, mantan staf Sekretaris MA berkali-kali mangkir dari panggilan KPK. Keberadaanya tidak diketahui sampai yang bersangkutan dipecat sebagai PNS MA. (baca: Sopir Nurhadi Masih Misterius, KPK Cari Jalan Lain Ungkap Suap di PN Jakpus)
Empat polisi yang pernah menjadi ajudan Nurhadi juga mangkir. Mereka adalah Brigadir (Pol) Ari Kuswanto, Brigadir (Pol) Dwianto Budiawan, Brigadir (Pol) Fauzi Hadi Nugroho, dan Ipda Andi Yulianto.
(baca: Usut Keterlibatan Nurhadi, KPK Akan Panggil Paksa 4 Polisi yang Mangkir)
KPK menyebut, keempatnya bakal dipanggil paksa lantaran sudah dua kali mangkir tanpa keterangan.
Menurut Polri, keempatnya tengah berada di Poso karena bergabung dengan Satgas Tinombala yang memburu kelompok teroris Santoso. Pemindahan tugas tersebut sejak akhir Mei 2016.