"Pemerintah tidak punya rencana untuk meminta maaf kepada siapa dan oleh siapa," ujar Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (20/4/2016).
Sebelumnya, wacana mengenai permintaan maaf Pemerintah terhadap keluarga eks Partai Komunis Indonesia (PKI) pun ditampik pihak Istana.
Pada Selasa (22/9/2015) Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengungkapkan bahwa belum pernah ada pembahasan soal rencana permintaan maaf itu.
"Yang jelas persoalan permintaan maaf dan sebagainya itu tidak pernah dibicarakan dalam rapat-rapat di kabinet maupun ketika kami mendampingi," ujar Pramono di Istana Kepresidenan, Selasa (22/9/2015).
Pengaruh negatif
Ketua Setara Institute Hendardi menilai, propaganda yang muncul belakangan ini tentang kebangkitan PKI justru akan memberi pengaruh negatif terhadap upaya pemerintah menyelesaikan Tragedi 1965.
Hendardi mengatakan, hal tersebut merupakan upaya yang dilakukan oleh pihak tertentu untuk mengadu domba masyarakat dan menghalangi niat negara melakukan rekonsiliasi, serta membenarkan seluruh pembatasan kebebasan sipil.
"Penyebaran stigma PKI terhadap beberapa kegiatan telah membangkitkan kebencian orang pada upaya-upaya persuasif, dialogis, dan solutif bagi pemenuhan hak-hak korban peristiwa 1965," ujar Hendardi melalui keterangan tertulisnya, Senin (9/5/2016).
Menurut dia, agak ganjil ketika TNI dan Polri merasa bahwa PKI akan bangkit, padahal mereka memiliki intelijen yang bisa memberikan informasi akurat perihal fenomena di balik berbagai pembatasan dan persekusi atas kebebasan berekspresi, berpendapat, dan berkumpul yang dalam tiga bulan terakhir terus terjadi.
Ia pun mengatakan, masyarakat umum meragukan adanya fonemena kebangkitan ideologi komunis di Indonesia.
"Kalangan awam pun sebenarnya ragu akan propaganda kebangkitan PKI mengingat konstruksi ketatanegaraan Indonesia yang semakin demokratis," kata Hendardi.
(Baca juga: FPI: Pemerintah Tak Perlu Minta Maaf, PKI Telah Berkhianat)
Di sisi lain, lanjut dia, PKI sebagai sebuah partai juga mustahil bisa berdiri di Indonesia. Sikap TNI dan Polri yang turut mereproduksi propaganda tersebut dinilainya hanya menunjukkan bahwa intelijen mereka tidak bekerja.
Atau bisa jadi, justru pihak TNI dituding sebagai bagian dari kelompok yang melakukan penolakan atas upaya masyarakat sipil mendorong pengungkapan kebenaran.
"Situasi ini jelas tidak produktif bagi praktik demokrasi dan pemajuan HAM. Apalagi komentar Menteri Pertahanan RI bukan malah menyejukkan tapi malah menyebarkan kebencian dan memperkuat segregasi sosial," ujar dia.
Lebih lanjut, Hendardi menegaskan bahwa korban dari propaganda itu bukan hanya korban 1965, tetapi kebebasan sipil warga.
Bahkan, mereka yang tidak membahas soal PKI pun dipersekusi dengan stigma yang sama.
Untuk itu, Presiden Jokowi diminta segera bersikap soal rencana menyusun skema penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu sehingga dinamika dan kohesi sosial tidak rusak akibat propaganda yang tidak berdasar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.