JAKARTA, KOMPAS.com - Revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah disepakati untuk disahkan menjadi UU. Meski masih ada sejumlah perdebatan di dalam pengesahan tersebut, namun sidang paripurna yang dilangsungkan, Kamis (2/6/2016) tetap mengesahkan revisi itu.
Menurut Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman, setidaknya ada 17 poin substansi penting di dalam pembahasan revisi UU Pilkada.
"Melalui perdebatan yang panjang, pada akhirnya seluruh substansi dari RUU Pilkada ini dapat diselesaikan Komisi II dan pemerintah melalui musyawarah mufakat," kata Rambe saat sidang paripurna.
Jadwal pilkada
Poin pertama yaitu terkait waktu penyelenggaraan Pilkada serentak. Komisi II dan pemerintah sepakat bahwa pemungutan suara lanjutan hasil Pemilihan tahun 2015 dilaksanakan pada Bulan Desember tahun 2020.
Sementara pilkada hasil Pemilihan tahun 2017 dilaksanakan pada tahun 2022. Hasil Pemilihan tahun 2018 dilaksanakan pada tahun 2023.
"Hal ini dilakukan sampai mencapai keserentakan nasional pada tahun 2024," kata Rambe.
Sebelumnya, jadwal pelaksanaan pilkada serentak secara nasional yang disepakati yaitu tahun 2027. Dengan adanya perubahan tahun, maka terdapat sejumlah penyesuaian pengangkatan penjabat kepala daerah.
Untuk kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada 2022 dan 2023 akan diangkat penjabat kepala daerah hingga pelaksanaan pemilihan serentak pada 2024.
Sementara itu, terkait meninggalnya pasangan calon atau salah satu calon dari pasangan calon dibuat norma tata cara pengajuan calon pengganti baik untuk pasangan calon perseorangan maupun pasangan calon dari partai politik.
Komisi II dan Pemerintah menyepakati untuk memberikan waktu 30 hari melakukan pergantian, jika salah satu calon meninggal dunia pada waktu 29 hari sebelum pemilihan.
"Terkait peningkatan verifikasi kualitas calon perseorangan, Komisi II dan Pemerintah menyepakati untuk dilakukan verifikasi faktual dengan metode sensus melalui langkah menemui pendukung pasangan calon," ujar dia.
Sanksi politik uang
Komisi II dan Pemerintah juga sepakat jika ada upaya untuk mempengaruhi penyelenggara atau pemilih dan terpenuhi unsur-unsur memberikan uang atau materi lainnya maka akan dikenai pidana penjara dan atau pidana denda.
Sementara, jika calon yang melakukan tindak pidana tersebut, maka akan dikenakan sanksi berupa pembatalan sebagai calon.