JAKARTA, KOMPAS.com — Sidang perdana kasus dugaan pelanggaran kode etik anggota Komisi III DPR, Ruhut Sitompul, digelar Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Selasa (31/5/2016).
Ruhut sebelumnya dilaporkan Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah lantaran memelesetkan singkatan HAM menjadi "hak asasi monyet".
Peristiwa itu terjadi ketika Komisi III rapat kerja dengan Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti, Rabu (20/4/2016).
Salah satu agenda rapat itu ialah mengevaluasi kinerja Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri atas kematian terduga teroris, Siyono.
"Apa yang dilakukan Ruhut kami anggap sudah melakukan 'tuna-etika' dengan menggunakan kata-kata yang tidak pantas. Apa yang dilakukan itu merusak etika publik," kata Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa.
Sidang perdana hari ini mendengar keterangan PP Pemuda Muhammadiyah selaku pelapor. (Baca: Pelesetkan Kepanjangan HAM, Ruhut Dilaporkan ke MKD)
Dahnil menuturkan, sebagai pejabat publik, tidak sepantasnya Ruhut mengeluarkan pernyataan yang bertentangan dengan etika.
Dalam rapat kerja itu, Ruhut mendukung Densus 88 dan mengkritik mereka yang membela Siyono atas nama hak asasi manusia.
"Supaya ini tidak terulang, perlu ada sanksi tegas. Kami sepenuhnya menyerahkan kepada MKD," ujarnya.
(Baca: Pemuda Muhammadiyah Juga Surati SBY Minta Ruhut Dipecat)
Dahnil menambahkan, dalam sidang tadi, MKD sempat menawarkan "gencatan senjata" antara PP Pemuda Muhammadiyah dan Ruhut.
Mekanisme yang dapat ditawarkan ialah dengan permohonan maaf yang disampaikan Ruhut. Namun, Dahnil menilai, sebagai sebuah persoalan hukum, kasus dugaan pelanggaran etik tak bisa berhenti begitu saja.
Kendati demikian, apabila Ruhut meminta maaf, pihaknya akan memaafkannya.
"Ruhut beberapa waktu lalu datang ke Milad Muhammadiyah dan kami sambut baik. Dalam proses Ruhut melanggar etik, tentu tetap perlu dilakukan (penyelesaian). Kami harap MKD terang benderang," ujarnya.
Ruhut sebelumnya merasa tak ada yang salah dalam pernyataan yang dilontarkannya dalam rapat Komisi III DPR dan Kapolri itu. (Baca: Ruhut: Jangankan MKD, Tuhan Pun Aku Hadap)
Dia mengaku membela Densus 88 karena sudah mendapatkan penjelasan dari Kapolri bahwa tidak ada pelanggaran HAM dalam kematian Siyono.
Hal itu diketahui dari hasil investigasi internal Polri terhadap terduga pelaku yang menyebabkan kematian Siyono.