BOGOR, KOMPAS.com - Program Reforma Agraria yang dicanangkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang mulai menyentuh petani-petani di Kabupaten Bogor. Melalui program ini, para petani mendapatkan kekuatan secara yuridis kepemilikan tanah serta mengendalikan pemanfaatan tata ruang sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk mendukung program tersebut, Senin (30/5/2016), Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Ferry Mursyidan Baldan, menyerahkan 2.775 sertifikat tanah secara gratis kepada masyarakat di empat desa yakni, Desa Pancawati, Desa Cimande, Desa Bojong Murni dan Desa Cibedug, Kabupaten Bogor.
Mayoritas penerima sertifikat tanah itu berasal dari kegiatan redistribusi tanah yang merupakan petani, dengan jumlah penerima sebanyak 1.378 kepala keluarga dengan total luas lahan 234,4 hektar.
"Pemerintah daerah yang melakukan inventarisasi, kami yang punya kewenangan. Maka kami lakukan redistribusi ini untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat petani dalam rangka pemanfaatan agar mendapat manfaat dari tanah itu sendiri," ucap Ferry.
Ferry mengatakan, program reforma agraria merupakan salah satu upaya perbaikan struktur kepemilikan tanah. Saat ini, kepemilikan tanah tidak lagi diartikan sebagai kepemilikan properti di atas area tanah saja, namun termasuk pemanfaatannya.
"Dengan sertifikat kepemilikan ini, kami ingin masyarakat bisa benar-benar memanfaatkan lahan untuk pertanian seperti sayuran, cabai, bawang tomat, padi dan lainnya sehingga lahan ini tidak disalah-gunakan atau dijual-belikan untuk dibangun seperti vila liar dan lainnya. Ini sekaligus bentuk dukungan program ketahanan pangan di Kabupaten Bogor," jelasnya.
Ferry pun melarang para penerima sertifikat untuk memperjualbelikan lahan kepada pihak pengembang maupun investor dengan alasan apapun, termasuk menggadaikan sertifikat tersebut ke pihak perbankan.
“Kami melarang keras minimal hingga 10 tahun mendatang, sertifikat tersebut tidak boleh dipindah-tangankan. Selain itu, kami juga melarang lahan tersebut dijadikan bangunan, karena tujuan kami adalah mengoptimalkan lahan pertanian. Jika ada yang terbukti melanggar, kami akan cabut kembali sertifikat kepemilikan tersebut,” tegas dia.
Dari total luas tanah yang sertifikatnya diserahkan, sebagian besar merupakan tanah sisa eks Hak Guna Usaha (HGU) PT Redjo Sari Bumi seluas 255 hektar. Ferry pun meminta pemerintah daerah untuk menginventarisasi lahan HGU yang tidak termanfaatkan agar bisa diserahkan kepada masyarakat penggarap.
"Kami memberikan ruang, jika ada tanah HGU yang tidak termanfaatkan, atau pemanfaatannya tidak optimal pengelolaannya maka bisa diusulkan oleh Pemda," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.