JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, ada tiga parameter yang menjadi landasan ideologi komunisme tak bisa hidup di Indonesia.
"Menyangkut masalah konunisme, kita sudah punya parameter yang menjadi pegangan kita. Kita jangan terbawa pembicaraan di luar," kata Luhut dalam sambutan Upacara Pembukaan Pendidikan dan Pelatihan Kader Bela Negara Tahun Angkatan 2016 di Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (30/5/2016).
Parameter pertama adalah TAP MPRS No. XXV/1966. Sejak saat itu, Partai Komunisme Indonesia sebagai partai politik dibubarkan dan ideologi komunisme dilarang.
"Bahwa Partai Komunis Indonesia tak bisa hidup di Indonesia dan organisasi yang tak berasaskan Pancasila pun tak punya hak untuk hidup di Indonesia. Pancasila adalah ideologi negara," ucap Luhut.
Parameter kedua adalah Undang-undang Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Yang Berkaitan Dengan KejahatanTerhadap Keamanan Negara.
UU tersebut menambah enam ketentuan baru di antara Pasal 107 dan Pasal 108 Bab I Buku 11 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang Kejahatan Terhadap Keamanan Negara.
Diantaranya, pasal 107a menyatakan: "Barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan dan atau melalui media apa pun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan perwujudannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun."
Parameter kegiatan adalah TAP MPR Nomor I/MPR/2003 yang berisi peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002.
TAP itu berbunyi: “Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan seluruh ketentuan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor XXV/MPRS/1966 ini, kedepan diberlakukan dengan berkeadilan dan menghormati hukum, prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.”
Luhut meminta kepada pelatih Bela Negara untuk memahami bahwa Negara tak pernah berpikir untuk meminta maaf pada PKI. Ia menyesalkan peristiwa tersebut menjadi sejarah kelam bangsa Indonesia.
Menurut Luhut, Presiden Joko Widodo mengucapkan rasa syukur atas kemenangan Negara dalam peristiwa 1965.
"Kemarin Presiden dengan saya bincang-bincang panjang, Presiden menyampaikan statement sederhana, 'Pak Luhut itu kan pertikaian politik, untung yang menang TNI atau negara, kalau yang menang PKI habis juga kita dibunuh'," tutur Luhut.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.