Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
F.X. Lilik Dwi Mardjianto
Ketua Program Studi Jurnalistik Universitas Multimedia Nusantara

pengagum jurnalisme | penikmat sastra | pecandu tawa riang keluarga

Palu, Arit, dan Hak Sipil-Politik Warga Negara

Kompas.com - 23/05/2016, 18:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Palu dan arit sedang menjadi buah bibir. Akhir-akhir ini, membicarakan kedua kata benda tersebut secara bersamaan bisa berujung maut.

Alasannya jelas, aparat penegak hukum melakukan pengawasan ketat, sering kali juga melarang dan menangkap, pengguna gambar “palu-arit” yang identik dengan Partai Komunis Indonesia dan gerakan komunisme secara umum.

Seperti halnya yang sering digunakan untuk menyebut komunisme, “penertiban” terhadap atribut berbau “palu-arit” dan hal yang serba “kiri” adalah kegiatan laten. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “laten” berarti tersembunyi, terpendam, tak kelihatan namun memiliki potensi untuk muncul.

Semua orang tentu paham, gerakan pemberantasan semua yang beraroma “kiri” pasti dilakukan dengan berbagai cara, mulai cara yang blak-blakan hingga yang tertutup khas intelijen. Sepertinya tidak berlebihan juga untuk mengatakan aktivitas mengawasi gerakan “kiri” adalah kegiatan laten.

Betapa tidak? Aktivitas itu muncul di suatu waktu, kemudian seakan sirna, lalu muncul lagi di waktu yang lain. Yang jelas, larangan penggunaan logo “palu-arit” sudah ada sejak Republik ini belum diproklamirkan, sejak zaman kolonial.

Suatu waktu, Ruth T McVey pernah menulis kucing-kucingan antara aparat dan pengguna logo palu-arit dalam bukunya, "Kemunculan Komunisme di Indonesia". Di buku itu, seperti dikutip oleh Majalah Historia, McVey mengatakan gerakan komunisme dan segala atribut yang berkaitan dilarang oleh pemerintah Hindia-Belanda.

Kalaupun ada gerakan, pemerintah akan memastikan tidak ada pegawai negeri yang menjadi peserta di sana.

Alkisah, menjelang salah satu pertemuan partai komunis di penghujung 1920, logo palu-arit dan bulan sabit merebak. Salah seorang anggota partai mendesain logo itu di batik yang digunakan di dalam pertemuan tersebut.

Menurut McVey, desain ini laku keras. Yang menarik adalah sebagian besar pembelinya adalah kelompok komunis dari kalangan Islam. Maklum saja, pertemuan itu berlangsung di markas Sarekat Islam Semarang.

Saat itu, respons pemerintah terhadap penggunaan lambang palu-arit cukup keras. Saking kerasnya, pemerintah ingin memastikan logo itu tidak ada di semua jenis pakaian.

“Bahkan sarung dengan motif palu arit dilarang oleh hukum yang baru,” tulis McVey sebagaimana dikutip di Historia.

Dasar hukum

Negara, atau lebih tepatnya pemerintah, tentara, dan polisi, tentu tidak salah ketika melarang, menangkap, atau bahkan menyita berbagai publikasi dan buku yang diduga “berhaluan” kiri.

KOMPAS.com/Achmad Faizal Aksi pembakaran bendera PKI di depan Gedung Negara Grahadi Surabaya, Kamis (27/4/2016)
Argumentasi yang disampaikan oleh Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti juga tak keliru. Upaya aparat untuk melakukan tindakan, menurut Kapolri, dilindungi oleh Undang-undang Nomor 27 tahun 1999 tentang Perubahan KUHP Yang Berkaitan Dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara.

Undang-undang itu memang secara jelas melarang segala hal yang berkaitan dengan penyebaran ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme. Keberadaan produk hukum itu mendapat payung dari Tap Nomor XXV/MPRS/1966.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Arief Poyuono Ajukan Amicus Curiae, Harap MK Tolak Sengketa Pilpres

Arief Poyuono Ajukan Amicus Curiae, Harap MK Tolak Sengketa Pilpres

Nasional
Optimis Pertemuan Prabowo-Megawati Berlangsung, Gerindra Komunikasi Intens dengan PDI-P

Optimis Pertemuan Prabowo-Megawati Berlangsung, Gerindra Komunikasi Intens dengan PDI-P

Nasional
Dibantu Tony Blair Institute, Indonesia Percepat Transformasi Layanan Digital Pemerintah

Dibantu Tony Blair Institute, Indonesia Percepat Transformasi Layanan Digital Pemerintah

Nasional
Senat Mahasiswa Driyarkara Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Kabulkan Sengketa Pilpres 2024

Senat Mahasiswa Driyarkara Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Kabulkan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Ditanya Progres Komunikasi dengan PKB dan PPP, Gerindra: Jos!

Ditanya Progres Komunikasi dengan PKB dan PPP, Gerindra: Jos!

Nasional
Ditanya Kemungkinan Gerindra Kembali Dukung Anies di Pilkada DKI, Gerindra: Anies Siapa?

Ditanya Kemungkinan Gerindra Kembali Dukung Anies di Pilkada DKI, Gerindra: Anies Siapa?

Nasional
Dituding Jadi Penghambat Pertemuan Megawati dengan Jokowi, Hasto: Apa Perlu Saya Bacakan Komentar Anak Ranting?

Dituding Jadi Penghambat Pertemuan Megawati dengan Jokowi, Hasto: Apa Perlu Saya Bacakan Komentar Anak Ranting?

Nasional
Survei LSI: Pemilih Anies dan Ganjar Tidak Puas dengan Penyelenggaraan Pemilu 2024

Survei LSI: Pemilih Anies dan Ganjar Tidak Puas dengan Penyelenggaraan Pemilu 2024

Nasional
Panglima TNI Minta Para Prajurit Tak Mudah Terprovokasi Berita-berita di Media Sosial

Panglima TNI Minta Para Prajurit Tak Mudah Terprovokasi Berita-berita di Media Sosial

Nasional
Anggota DPR Ihsan Yunus Irit Bicara Usai Diperiksa sebagai Saksi Kasus APD Covid-19

Anggota DPR Ihsan Yunus Irit Bicara Usai Diperiksa sebagai Saksi Kasus APD Covid-19

Nasional
Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Nasional
Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Nasional
Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Nasional
Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Nasional
Petugas 'Ad Hoc' Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Petugas "Ad Hoc" Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com