Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
F.X. Lilik Dwi Mardjianto
Ketua Program Studi Jurnalistik Universitas Multimedia Nusantara

pengagum jurnalisme | penikmat sastra | pecandu tawa riang keluarga

Palu, Arit, dan Hak Sipil-Politik Warga Negara

Kompas.com - 23/05/2016, 18:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Ketetapan yang dibuat setahun setelah tragedi September 1965 itu juga melarang ajaran yang sama.

Hal yang menarik adalah, Tap MPRS sebenarnya memberikan batasan terhadap tindakan aparat. Pasal 3 di ketetapan itu menegaskan bahwa kegiatan akademik di universitas-universitas untuk membahas ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme boleh dilakukan, asalkan di bawah pengawasan.

Berangkat dari hal ini, tindakan aparat yang mengakomodasi desakan dari ormas-ormas tertentu untuk membubarkan diskusi di kampus adalah sebuah kesalahan.

Menurut Tap MPRS yang sering dirujuk oleh pemerintah itu, aparat seharusnya menjaga dan mengawasi, bukan membubarkan.

Kondisi ini diperparah dengan penarikan, atau sebut saja penyitaan, buku yang beraroma “kiri”. Buku-buku itu tidak sedikit ditulis oleh kalangan akademisi.

Hak kekayaan intelektual, sebuah hak yang sangat personal dan sangat dihargai di era demokrasi dan liberalisasi, melekat di buku-buku itu. Dengan demikian, penyitaan buku atas nama negara adalah penyitaan hak personal.

Tindakan ini justru mirip-mirip dengan aksi-aksi rezim sosialisme, nenek moyang komunisme, yang tidak mengakui hak individu.

Hukum internasional dan peran media

Tulisan ini tidak untuk membela komunisme. Bahkan, tulisan ini sama sekali tidak peduli dengan komunisme.

Yang menjadi kepedulian di dalam tulisan ini adalah tindakan aparat yang berpotensi melanggar hak sipil dan politik warga negara. Jadi, uraian di dalam naskah ini bisa digunakan untuk membahas segala bentuk pemberangusan hak warga, apapun ideologinya.

Pemerintah, terutama aparat penegak hukum, sebaiknya hati-hati dalam menindak segala yang bercorak palu-arit dan “beraroma” kiri.

Apalagi ketika mereka memasuki wilayah akademik. Hal itu disebabkan Indonesia bukanlah negara yang berada di ruang hampa. Ia adalah negara yang menjalin hubungan baik dengan banyak negara lain dan banyak organisasi internasional.

Indonesia adalah anggota PBB. Dan di PBB, Indonesia adalah anggota yang baik. Salah satunya terlihat dari kesediaan Indonesia untuk meratifikasi Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. Kovenan itu resmi berlaku di Indonesia melalui Undang-undang nomor 12 Tahun 2005.

Kovenan itu secara mutlak meminta negara untuk menghargai hak-hak sipil dan politik warga negara. Berdasarkan penjelasan UU nomor 12 Tahun 2005, yang dimaksud dengan hak sipil dan politik di dalam Kovenan ini meliputi, namun tidak terbatas pada:

  • Hak setiap orang atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama serta perlindungan atas hak-hak tersebut (Pasal 18);
  • Hak orang untuk mempunyai pendapat tanpa campur tangan pihak lain dan hak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat (Pasal 19);
  • Kemudian juga ada pengakuan hak untuk berkumpul yang bersifat damai (Pasal 21);
  • Serta hak setiap orang atas kebebasan berserikat (Pasal 22).

Pada titik ini, pers dan media seharusnya berperan. Pers dan media memang harus menjunjung tinggi supremasi hukum.

Namun, pada saat yang sama, keduanya harus tetap obyektif dengan terus mengingatkan bahwa rakyat memiliki hak sipil, politik, dan hak dasar lainnya yang tidak bisa dilanggar.

Pembelajaran yang dilakukan media dan pers itu juga (seharusnya) bisa membuat universitas-universitas, toko-toko buku, bahkan Perpustakaan Nasional untuk tidak “latah” dan ikut-ikutan melarang buku “kiri”.

Seharusnya tiga entitas yang disebut terakhir justru menjadi ujung tombak pelestarian kekayaan intelektual.

Di sisi lain, pemerintah harus berhati-hati. Jangan sampai fobia terhadap ideologi tertentu menjadi bumerang bagi kredibilitas bangsa di mata dunia. Jangan sampai penegakan hukum dilakukan dengan melanggar hukum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com