Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjarahan di Glodok Sengaja Diciptakan Jelang Runtuhnya Orde Baru

Kompas.com - 21/05/2016, 22:13 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tragedi kerusuhan 13-14 Mei 1998 merupakan salah satu rangkaian peristiwa yang terjadi menjelang kejatuhan Soeharto dan berakhirnya kekuasaan Orde Baru.

Dalam peristiwa tersebut, kawasan pertokoan Glodok, Jakata Barat, dibakar dan dijarah massa.

Untuk mengingat kembali apa yang terjadi pada 13-14 Mei 1998, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menggelar City Tour #MasihIngatMei — Ada Apa Dengan Kota Jakarta? pada Sabtu (21/5/2016). Salah satu tempat yang dikunjungi adalah Glodok.

Seorang pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Yunita, ditunjuk sebagai pemandu untuk menerangkan apa yang sebenarnya terjadi di Glodok kepada seluruh peserta tur.

Kebetulan, Yunita yang saat itu masih duduk di kelas 5 Sekolah Dasar, sempat ikut menyaksikan kerusuhan yang terjadi.

"Saya memang tinggal di kawasan Kota dan sekolah saya tidak jauh dari Glodok," ujar Yunita.

(baca: Korban Tanjung Priok: Yang Tersisa dari Bapak Hanya Sandal yang Dipakai Malam Itu...)

Yunita bercerita, saat terjadi kerusuhan tanggal 13-14 Mei, gedung pertokoan Glodok menjadi pusat penjarahan dan pembakaran. Beberapa gedung di sebelahnya pun ikut menjadi sasaran.

Pembakaran dan penjarahan juga menjalar sampai ke daerah Petak Sembilan dan Asemka. Ia  sempat menunjukkan beberapa gedung di sekitar Glodok yang belum sempat direnovasi.

Gedung-gedung terbengkalai begitu saja karena sudah ditinggalkan pemiliknya saat dijarah dan dibakar oleh massa tidak dikenal.

"Saat 1998 saya masih duduk di kelas 5 Sekolah Dasar. Tanggal 13 Mei 1998 saya masih di sekolah, tapi kemudian dipulangkan oleh pihak sekolah. Saya melihat kepulan asap di mana-mana," kenangnya.

Yunita juga mengatakan, berdasarkan laporan investigasi yang dilakukan oleh Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus Mei 1998, kerusuhan tersebut terjadi bukan karena spontanitas, melainkan sengaja diciptakan. Hal tersebut terlihat dari pola-pola kerusuhan yang tersistematis.

Yunita menjelaskan, menurut laporan TGPF ada 4 tahap atau pola yang terjadi saat kerusuhan tersebut.

Tahap pertama, yakni rahap persiapan, biasanya berupa tindakan provokasi. Ada orang yang memancing atau membuat keributan dengan tujuan untuk mencari perhatian massa. Dalam tahap ini terdiri dari dua kategori massa, yakni massa aktif dan massa pasif.

Massa aktif adalah orang-orang yang tidak tinggal di daerah sekitar Glodok dan mereka sangat teroganisir.

Sedangkan massa pasif adalah orang yang kebetulan berada di sekitar tempat kejadian yang kemudian diajak membuat keributan.

Tahap dua adalah tahap pengerusakan. Massa melakukan pelemparan batu yang diarahkan di gedung-gedung. Setelah itu, memasuki tahap ketiga, massa mulai melakukan penjarahan.

"Semua barang yang ada di dalam gedung habis dijarah. Saya dulu punya teman. Dia punya toko kain di daerah Glodok. Saat itu tokonya habis dijarah tidak ada yang tersisa. Akibatnya banyak warga yang mengalami kebangkrutan," kata Yunita.

Setelah dijarah, kata yunita, gedung pertokoan Glodok kemudian dibakar. Dalam tahap keempat ini, seluruh toko atau gedung yang berada di sekitar kawasan Glodok sengaja dibakar oleh sekelompok massa tidak dikenal.

Aksi pembakaran juga meluas hingga ke luar kawasan Glodok seperti Petak Sembilan dan Asemka.

"Tidak hanya pertokoan dan gedung, rumah warga pun menjadi sasaran, namun tidak banyak yang terkena," tutur Yunita.

Pemerkosaan

TGPF juga menemukan peristiwa kekerasan seksual, termasuk pemerkosaan terhadap sejumlah perempuan yang kebanyakan berasal dari etnis Tionghoa saat kerusuhan terjadi.

Berdasarkan fakta yang ditemukan dan info dari saksi, tindakan kekerasan seksual terjadi secara spontan di berbagai tempat dalam waktu hampir bersamaan, termasuk kawasan Glodok.

Yunita mengatakan, setidaknya ada 85 kasus kekerasan seksual di Jakarta, Medan dan Surabaya.

"Lokasi pemerkosaan perempuan keturunan Tionghoa memang masih dipertanyakan. Namun dari laporan Tim Gabungan Pencari Fakta kasus kerusuhan Mei 1998, ada kasus pemerkosaan. Korbannya mayoritas perempuan Tionghoa," ujar Yunita.

Yunita menjelaskan, dari 85 kasus, sebanyak 52 kasus diantarnya adalah pemerkosaan secara beramai-ramai. Sisanya, 14 kasus pemerkosaan dengan penganiayaan, 10 kasus penganiayaan seksual dan 9 pelecehan seksual.

Dari 52 kasus pemerkosaan beramai-ramai tersebut, kata Yunita, hanya 3 kasus yang didapat dari pengakuan korban secara langsung. Sedangkan kasus lainnya diketahui dari keterangan dokter, rohaniawan dan pihak keluarga.

"Sangat sulit untuk mencari korban yang saat itu mengalami pemerkosaan dan mau mengaku. TGPF menjadi sangat sulit untuk melakukan pendataan kasus pemerkosaan saat kerusuhan 13-14 Mei 1998," kata dia.

Sayangnya, menurut Yuni, kasus pemerkosaan tidak bisa diproses apabila tidak ada laporan yang berasal dari korban. Padahal, dalam setiap kasus pemerkosaan, korban cenderung tidak mau melapor karena merasa takut atau malu.

Dengan demikian, kata Yunita, ada indikasi jumlah kasus pemerkosaan saat terjadi peristiwa kerusuhan 13-14 Mei 1998 lebih banyak dari data yang dikumpulkan TGPF.

"Sayangnya hukum di Indonesia, kasus pemerkosaan tidak bisa diproses karena mengharuskan adanya laporan dari korban. Padahal, biasanya korban tidak mau melapor karena takut atau merasa malu. Jadi, banyak kasus yang tidak terungkap," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’  ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’ ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Nasional
Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Nasional
Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Nasional
Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Nasional
Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Nasional
AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

Nasional
MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

Nasional
Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Nasional
Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Nasional
Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Nasional
TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

Nasional
Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Nasional
Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com