Berdasarkan pemberitaan Kompas, Jalan Cendana masih tertutup untuk umum, dan penjagaan masih sangat ketat sampai November 1998.
Para petugas keamanan itu berjaga-jaga di lima titik ujung (persimpangan) jalan yang langsung mengarah ke Jalan Cendana. Kelima titik itu adalah Jalan Tanjung, Jalan Yusuf Adiwinata, Jalan Kamboja, Jalan Rasamala, dan Jalan Suwiryo.
Para petugas yang berjaga-jaga berasal dari Brigade Infanteri 1 Pengamanan Ibu Kota/Jaya Sakti (Brigif-1 PIK/JS) Kodam Jaya dan satuan perintis Polda Metro Jaya.
Pada Kamis, 19 November 1998, sekitar 8.000 mahasiswa sempat bergerak menuju kediaman Soeharto. Namun, mereka gagal mencapai Jalan Cendana karena ketatnya blokade.
Dalam bukunya, Wiranto membantah bahwa penjagaan tersebut dilakukan atas instruksi dari Cendana kepada ABRI. Wiranto mengatakan, semenjak Soeharto berhenti sebagai Presiden, maka tidak ada lagi hubungan struktural antara ABRI dan Soeharto.
"Dengan demikian, pasti beliau tidak akan mau memberi perintah kepada saya selaku pejabat negara," kata Wiranto.
"Saat itu, saya sungguh khawatir karena kemarahan dan dendam yang demikian mendalam membuat kita lupa untuk menjaga martabat bangsa kita yang dikenal berbudaya, memiliki toleransi, dan sangat kental dengan sikap religius," ujar Wiranto.
Hingga kini, selalu muncul pertanyaan di benak Wiranto, bagaimana jika Soeharto ketika itu tidak dijaga dan kemudian terjadi hukum rimba atau pengadilan rakyat.
"Bagaimana martabat bangsa Indonesia di mata dunia? Apakah dengan cara seperti itu lantas semua tuntutan dan keinginan dari semua pihak sudah terpuaskan?" kata Wiranto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.