Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/05/2016, 09:19 WIB
|
EditorSabrina Asril

JAKARTA, KOMPAS.com - Pagi itu, Kamis, 21 Mei 1998, Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya atas desakan mahasiswa dan masyarakat. Aksi unjuk rasa besar-besaran selama beberapa hari akhirnya berbuah hasil.

Setelah Presiden Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden, kursi kepresidenan kemudian diserahkan kepada wakilnya, Bacharuddin Jusuf Habibie.

Di antara suka cita mahasiswa yang saat itu sudah berhasil menduduki gedung DPR/MPR, ada pula perbedaan pandangan atas pengunduran diri Soeharto itu.

Masinton Pasaribu, mantan aktivis 1998 yang kini menjadi politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), menceritakan saat itu mahasiswa terbagi menjadi dua.

Sebagian mahasiswa menganggap dengan mundurnya Soeharto berarti perjuangan mahasiswa sudah selesai. Sebagian lagi menganggap perjuangan belum selesai.

"Sebagian merasa ada yang sudah cukup. Tapi kami berpandangan itu tidak cukup karena Habibie merupakan bagian dari Orde Baru. Kami menganggap penggantinya juga adalah pewaris dari rezim yang sama," ujar Masinton saat diwawacarai di kawasan Thamrin, Selasa (17/5/2016).

Pasca pengunduran diri Soeharto itu, ada sebagian mahasiswa yang memilih untuk bertahan.

Mahasiswa yang bertahan menganggap Habibie merupakan bagian dari rezim Orde Baru, karena itu penyerahan jabatan presiden kepada Habibie harus ditolak. Perlawanan mahasiswa tetap berlanjut.

Masinton menjelaskan, setelah Soeharto lengser mahasiswa terus melakukan unjuk rasa menolak seluruh perangkat Orde Baru, mendesak Partai Golkar dibubarkan dan mendorong pencabutan dwi fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) serta mendorong pengadilan terhadap Soeharto.

Selain itu, mahasiswa juga menginginkan dibentuknya pemerintahan transisi. Mereka memandang bahwa Orde Baru harus benar-benar berakhir.

Oleh karena itu, pemerintahan transisi ini diharapkan diisi orang-orang yang memiliki perhatian akan demokrasi dan bersih dari rezim Orde Baru.

"Ada beberapa isu yang muncul saat itu. Termasuk mendorong pembentukan pemerintahan transisi. Kami buat kriterianya. Orang yang dinilai memiliki perjuangan menegakkan demokrasi, hak asasi manusia, tidak korup dan juga bukan bagian dari Orde Baru," ujar Masinton.

Kompas TV Catatan Hitam Sejarah Reformasi
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com