JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Respublica Political Institute, Benny Sabdo menilai, hukuman mati merupakan salah satu bentuk penghukuman yang tidak manusiawi dan melanggar hak asasi manusia (HAM).
Alumnus Magister Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia ini menjelaskan bahwa filosofi pemidanaan dapat dimaknai sebagai pengakuan tentang keluhuran harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
“Pemidanaan tidak boleh mencederai hak-hak asasi manusia yang paling dasar, serta tidak boleh merendahkan martabat manusia dengan alasan apa pun,” ujar Benny melalui keterangan tertulisnya melalui Kompas.com, Rabu (18/5/2016).
Menurut Benny, filosofi tersebut sejalan dengan UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yang menekankan narapidana merupakan subjek, bukan sebagai objek.
(baca: Datangi Istana, Koalisi Masyarakat Minta Rencana Eksekusi Mati Dibatalkan)
Seorang narapidana, kata Benny, tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau kekhilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga tidak harus dibunuh melalui hukuman mati.
Dia mengatakan, seharusnya aparat penegak hukum fokus dalam ranah tindakan pencegahan dengan menangani faktor-faktor yang menjadi penyebab seseorang melakukan tindakan pidana.
“Yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama atau kewajiban-kewajiban sosial lain yang dapat dikenakan pidana,” kata Benny.
Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM Roichatul Aswidah mengatakan bahwa penerapan hukuman mati merupakan bentuk pemidanaan yang inkonstitusional.
UUD 1945 menyatakan hak hidup merupakan salah satu hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.