Nama Setya sempat disebut-sebut dalam kasus impor limbah B3 (bahan beracun berbahaya) yang ditemukan di Pulau Galang Baru, Kota Batam, Kepulauan Riau.
Akhir September 2004, media massa mengangkat soal penimbunan ribuan kantong “material organik” di Pulau Galang. Dari ribuan kantong itu, ditemukan limbah B3 seberat 1.149 ton.
Pemilik timbunan itu adalah PT Asia Pacific Eco Lestari (APEL) yang mengimpor "material organik" tersebut dari Singapura melalui Asia Resources Enterprises Ltd. Setya adalah Komisaris PT APEL.
Dalam dokumen kepabeanan disebut, material organik itu adalah pupuk. Namun, hasil analisa Sucofindo, Australia Laboratory Services Indonesia, dan Badan Tenaga Nuklir Nasional, "material organik" tersebut mengandung limbah radio aktif.
Komisi VII DPR yang membawahi persoalan lingkungan hidup bahkan membentuk Panitia Kerja (Panja) Penanganan Bahan Beracun Berbahaya untuk menindaklanjuti kasus ini.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Batam menjatuhkan hukuman enam bulan penjara kepada Rudi Alfonso, Direktur PT APEL. Setya tak tersentuh.
Beras Vietnam
Usai urusan limbah beracun, pada 2006 nama Setya kembali disebut dalam kasus penyelundupan beras dari Vietnam sebanyak 60 ribu ton.
Setya yang saat itu menjadi Ketua DPP Partai Golkar bersama Direktur Utama PT Hexatama Finindo, Gordianus Setyo Lelono, dilaporkan ke polisi oleh Induk Koperasi Unit Desa (Inkud) atas dugaan tindak pidana kepabeanan, pajak, penggelapan, dan penipuan.
Kasus yang dilaporkan terkait impor beras oleh Inkud dari Vietnam Southern Food Corporation. Menurut laporan itu, pada Februari-Desember 2003, Setya dan Setyo diduga dengan sengaja memindahkan 60.000 ton beras yang diimpor Inkud dari gudang pabean ke gudang nonpabean. Padahal, bea masuk dan pajak beras itu belum dibayar. Kerugian negara diperkirakan sebesar Rp 122,5 miliar.
Setya sempat diperiksa penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung pada 27 Juli 2006 sebagai saksi. Setya juga sempat dimintai keterangan oleh Badan Kehormatan DPR. Ia membantah terlibat dalam kasus ini.
PON Riau
Masih ada lagi. Pada tahun 2014 nama Setya kembali muncul dalam pusaran kaus suap penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) di Riau pada 2012. Dalam kasus tersebut mantan Gubernur Riau Rusli Zainal divonis 14 tahun di tingkat kasasi.
Rusli dijerat dua kasus yaitu soal penyalahgunaan izin kehutanan dan suap dalam kasus PON. Dalam kasus PON ia dinyatakan terbukti memberikan uang suap kepada sejumlah anggota DPR sebesar Rp 900 juta.
Nah, nama Setya disebut oleh mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Riau Lukman Abbas saat memberikan kesaksian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru dalam persidangan Rusli.
Lukman bercerita, awal Februari 2012, ia pernah menemani Rusli untuk mengajukan proposal bantuan dana APBN untuk keperluan PON melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga senilai Rp 290 miliar. Proposal itu, kata Lukman, disampaikan Rusli kepada Setya Novanto di ruang kerja Setya.
Untuk memuluskan pencairan dana, kata Lukman, harus disediakan dana 1.050.000 dollar AS (atau sekitar Rp 9 miliar). Setelah pertemuan tersebut, Lukman mengaku diminta menyerahkan uang kepada anggota Komisi X DPR Kahar Muzakir. Lukman kemudian menemuinya di lantai 12 Gedung Parlemen dan menyerahkan 850.000 dollar AS kepada ajudan Kahar.
KPK sempat menggeledah ruang Setya dan Kahar di DPR. Baik Setya dan Kahar membantah kesaksian Lukman.
E-KTP