Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Diminta Bergerak Cepat Kembangkan Kasus Suap Panitera PN Jakarta Pusat

Kompas.com - 17/05/2016, 23:02 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta bergerak cepat dalam melakukan pengusutan terhadap dugaan tindak pidana korupsi dengan tersangka Panitera Sekretaris PN Jakarta Pusat, Eddy Nasution.

Peneliti.dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting, menilai KPK cenderung lamban pengusutan kasus korupsi tersebut yang pada akhirnya membuka peluang bagi para pihak yang diduga pelaku untuk melakukan konsolidasi.

Konsolidasi itu bisa dilakukan dengan penghilangan, penyembunyian barang bukti, dan pengkondisian terhadap saksi-saksi yang potensial dimintai keterangan.

"Pengkondisian terhadap saksi yang potensial dimintai keterangan sudah terlihat dari hilangnya saksi atas nama Royani, sopir Nurhadi," ujar Miko melalui keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Selasa (17/5/2016).

(Baca: Sekretaris MA Diduga Sembunyikan Saksi dari KPK)

Oleh karena itu, lanjut Miko, KPK harus segera bergerak cepat dalam pengembangan kasus.

Miko menuturkan kasus tersebut sudah berkembang tidak hanya terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi, melainkan juga dugaan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana menghalang-halangi penyidikan.

KPK juga diharapkan bisa membongkar jaringan mafia peradilan di tubuh insitusi pengadilan secara tuntas.

Jika dilihat dari relasi kerja, Panitera Sekretaris PN Jakarta Pusat sangat jauh dari Sekretaris MA. Apalag, Sekretaris MA tidak punya kewenangan langsung terhadap penanganan perkara.

(Baca: KPK Minta Sopir Sekretaris MA Dicegah ke Luar Negeri)

"Tanda tanya ini yang perlu diperjelas oleh KPK, yaitu dengan menetapkan semua pihak yang terlibat sebagai tersangka dan segera melimpahkan kepada fase pembuktian di persidangan," kata Miko.

Sebelumnya diberitakan, KPK akan menyurati Mahkamah Agung terkait mangkirnya Royani, sopir dari Sekretaris MA Nuhradi, dalam dua kali panggilan penyidik KPK.

Sempat muncul dugaan bahwa Royani sengaja disembunyikan agar tidak memberikan keterangan yang dibutuhkan penyidik KPK.

KPK sudah meminta Royani dicegah berpergian ke luar negeri. Royani diduga mengetahui perkara suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diduga melibatkan Sekretaris MA Nurhadi.

(Baca: KPK Temukan Indikasi Hubungan Sekretaris MA dengan Perusahaan yang Berperkara)

KPK telah dua kali melayangkan pemanggilan pemeriksaan terhadap Royani, yakni pada 29 April 2016 dan 2 Mei 2016. Namun, Royani tidak memenuhi panggilan tersebut tanpa keterangan.

Juru Bicara Mahkamah Agung Suhadi mengatakan, MA mempersilakan KPK untuk melakukan pemanggilan paksa terhadap pegawai MA yang dibutuhkan keterangannya dalam proses hukum.

Menurut Suhadi, MA tidak akan menghalangi penyidikan yang dilakukan KPK. KPK menemukan indikasi adanya hubungan antara Sekretaris Mahakamah Agung Nurhadi dengan perusahaan swasta yang sedang berperkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Salah satunya, Nurhadi diduga menjalin komunikasi dengan Lippo Group yang sedang berperkara hukum. Nurhadi juga telah dicegah berpergian ke luar negeri.

Kompas TV Rumah Sekjen MA Diperiksa?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com