JAKARTA, KOMPAS.com - Meski kini dalam posisi berseberangan di internal PKS, namun dua politisi Partai Keadilan Sejahtera, Fahri Hamzah dan Tifatul Sembiring, memiliki jawaban yang sama saat ditanya mengenai kelanjutan Koalisi Merah Putih (KMP).
Keberadaan KMP kembali menghangat setelah Partai Golkar secara resmi menyatakan keluar dari koalisi yang menjadi oposisi pemerintah itu, dalam Munaslub Partai Golkar, Senin (16/5/2016).
Tifatul yang lebih dulu ditanya menjawab bahwa oposisi dan koalisi yang permanen itu hampir tak ada keberadaannya.
"Dari dulu saya meyakini tak ada koalisi yang permanen. Dunia saja tidak permanen, begitu pula dengan koalisi," ujar Tifatul saat diwawancarai di Kompleks Parlemen, Jakarta Selasa (17/5/2016).
Ketika ditanya mengenai keberadaan PKS di KMP, Tifatul pun menjawab bahwa koalisi permanen itu hanya bisa terjadi di sistem pemerintahan parlementer.
"Kalau di sistem presidensial seperti di Indonesia sekarang ya sulit untuk membangun koalisi permanen di antara partai politik yang ada," tutur Tifatul.
Namun, Tifatul menolak jika keberadaan KMP disebut setengah hati.
"Tidak setengah-setengah, situ saja yang bilang setengah-setengah. Menurut sebagian orang sih 70 persen-30 persen," ujarnya.
Hal senada pun disampaikan oleh Fahri Hamzah. Dia mengatakan sejak awal istilah KMP itu sudah diperhalus maknanya. Artinya KMP bukan lagi sebuah koalisi permanen yang mutlak keberadaannya.
"Dari awal Pak Ical dan Pak Prabowo juga sudah menghaluskan istilah KMP, KMP itu tempat kongkow-kongkow, tempat diskusi," tutur Fahri di Kompleks Parlemen, Jakarta Selasa (17/5/2016).
Dia menambahkan selama ini pun kerap kali koalisi di Indonesia terbangun tanpa sekat-sekat yang jelas. Sehingga KMP pun juga begitu.
"Yang terpenting adalah kami memandang koalisi ini sebagai silaturahmi politik," ucap Fahri.