JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menyurati Mahkamah Agung terkait mangkirnya salah satu staf Sekretaris MA, Royani, dalam dua kali panggilan penyidik KPK.
Sebelumnya, muncul dugaan bahwa Royani sengaja disembunyikan agar tidak memberikan keterangan yang dibutuhkan penyidik KPK.
"Kami tidak tahu dia (Royani) disembunyikan apa tidak, tapi yang bersangkutan sedang dicari petugas KPK. Pada saat yang sama, kami akan surati MA agar membantu mendatangkan," ujar Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/5/2016).
KPK sudah meminta Royani dicegah berpergian keluar negeri. Royani diduga mengetahui perkara suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diduga melibatkan Sekretaris MA Nurhadi.
(baca: KPK Minta Sopir Sekretaris MA Dicegah ke Luar Negeri)
KPK sebelumnya telah dua kali melayangkan pemanggilan pemeriksaan terhadap Royani, yakni pada 29 April 2016 dan 2 Mei 2016. Namun, Royani tidak memenuhi panggilan tersebut tanpa keterangan.
(baca: Pejabat MA yang Jadi Tersangka Kasus Suap Disebut Sebagai Tangan Kanan Nurhadi)
KPK menduga, Royani memiliki keterangan penting yang dibutuhkan penyidik dalam membongkar keterlibatan pejabat MA.
Juru Bicara Mahkamah Agung Suhadi mengatakan, MA mempersilakan KPK untuk melakukan pemanggilan paksa terhadap pegawai MA yang dibutuhkan keterangannya dalam proses hukum.
Menurut Suhadi, MA tidak akan menghalangi penyidikan yang dilakukan KPK. (baca: Sekretarisnya Dicegah KPK, Ini Tanggapan Mahkamah Agung)
KPK menemukan indikasi adanya hubungan antara Sekretaris Mahakamah Agung Nurhadi dengan perusahaan swasta yang sedang berperkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Salah satunya, Nurhadi diduga menjalin komunikasi dengan Lippo Group yang sedang berperkara hukum.
Nurhadi juga telah dicegah berpergian ke luar negeri. (baca: Sekretaris MA Nurhadi Dicegah ke Luar Negeri)
Sebelumnya, KPK menangkap tangan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dan seorang pekerja swasta bernama Doddy Ariyanto Supeno.
Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka selaku pemberi dan penerima suap. Uang sebesar Rp 50 juta yang disita dalam operasi tangkap tangan tersebut diduga terkait pengajuan peninjauan kembali (PK), dua perusahaan swasta yang sedang berperkara di PN Jakarta Pusat.
(baca: Tim MA Dalami Dugaan Keterlibatan Nurhadi dalam Kasus Suap PN Jakpus)
Saat dikonfirmasi mengenai salah satu perusahaan yang sedang berperkara, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang membenarkan adanya indikasi bahwa salah satu perusahaan yang terlibat adalah Lippo Group.
Dalam kasus ini, KPK telah menyita uang sebesar Rp 1,7 miliar di kediaman milik Nurhadi di Jalan Hang Lekir, Kebayoran Baru, Jakarta. (baca: KPK Yakin Uang yang Ditemukan di Rumah Sekretaris MA Terkait Perkara Hukum)
Uang dalam jumlah tersebut ditemukan dalam berbagai pecahan mata uang asing.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.