Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/05/2016, 12:51 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Roichatul Aswidah mendesak pemerintah memberlakukan moratorium terhadap penerapan hukuman mati hingga Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) selesai dibahas.

Menurut dia, saat ini Indonesia tidak dalam situasi yang ideal untuk menerapkan hukuman mati.

"Pemerintah seharusnya memberlakukan moratorium hukuman mati. Kondisi kita tidak ideal, terutama menyangkut sistem hukumnya," ujar Roichatul, dalam diskusi 'Hukuman Mati di Negara Demokrasi', di Kampus Unika Atma Jaya, Jakarta, Selasa (17/5/2016).

Lebih jauh, Roichatul mengatakan, berdasarkan hasil investigasi Komnas HAM, masih ditemukan proses hukum yang tidak adil dan praktik penyiksaan terhadap terpidana hukuman mati.

Para terpidana hukuman mati, kata Roichatul, sering mengalami penyiksaan pada tahap pemeriksaan.

Sementara untuk warga negara asing terpidana hukuman mati tidak mendapat bantuan penerjemah.

Kuasa hukum yang disediakan oleh pemerintah pun tidak banyak membantu karena tidak bisa menjelaskan proses hukumnya dengan baik akibat kendala bahasa.

"Sistem proses hukum di Indonesia masih jauh dari kata adil. Masih banyak celah, terpidana hukuman mati seringkali bukan aktor intelektual dan tidak bersalah," kata Roichatul.

Eksekusi mati gelombang tiga

Sebelumnya, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengaku tinggal menentukan kapan hari pelaksanaan eksekusi mati gelombang tiga.

"Persiapan, koordinasi, sudah kami lakukan. Tinggal nanti penentuan hari H-nya kapan. Itu yang belum bisa saya putuskan," ujar Prasetyo di Istana, Jakarta, Selasa (3/5/2016).

Prasetyo tidak menyebutkan apa faktor yang mengganjal pelaksanaan eksekusi. Ia juga enggan menyebutkan berapa terpidana mati yang akan dieksekusi.

Hanya, ia memastikan Mary Jane Veloso dan Freddy Budiman tidak masuk dalam daftar terpidana mati yang akan dieksekusi.

Sebab, Mary Jane masih berurusan dengan proses hukum di Filipina.

Sementara Freddy masih mengajukan peninjauan kembali.

"Intinya, Jaksa hanya melaksanakan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap saja," ujar dia.

Prasetyo menginginkan pelaksanaan eksekusi mati gelombang tiga yang akan datang tidak menimbulkan kegaduhan.

"Kami tidak menghendaki kehebohan. Berulang kali saya katakan, ini bukanlah sesuatu yang menyenangkan, tapi harus kami lakukan karena bagaimana pun ini menyangkut hidup bangsa," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com