JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengusulkan adanya peraturan mengenai mekanisme hukum jika anggota Detasemen Khusus Anti-Teror diduga melakukan penyiksaan atau tindak pidana lainnya saat penangkapan terduga teroris.
Aturan itu dianggap perlu menjadi salah materi dalam revisi UU No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Usulan ini muncul setelah peristiwa kematian Siyono.
Staf Divisi Hak Sipil Politik Kontras, Satrio Wirataru, mengatakan, mekanisme hukum tersebut perlu diatur secara jelas dalam undang-undang agar penyelesaian seperti kasus kematian Siyono tidak melalui persidangan etik lebih dulu.
"Kami mengusulkan agar UU Anti-Teror mengatur penyelesaian melalui mekanisme hukum jika muncul dugaan tindakan pidana oleh Densus dalam menjalankan tugasnya," ujar Satrio seusai memberikan keterangan pers terkait hasil sidang etik anggota Densus 88 dalam kasus kematian Siyono, di Kantor Kontras, Jakarta, Senin (16/5/2016).
Lebih jauh, Satrio menjelaskan, saat menemukan adanya dugaan tindakan pidana, seharusnya polisi mengadakan penyidikan dan penjatuhan sanksi melalui persidangan tindak pidana.
Setelah itu, mekanisme sidang etik oleh Majelis Etik Polri bisa dilakukan agar sanksi etik, yakni pemberhentian dengan tidak hormat, bisa dijatuhkan.
Satrio menilai, mekanisme etik yang dilakukan mendahului mekanisme pengadilan pidana bisa menjadi preseden buruk jika terjadi kasus yang sama.
Oleh karena itu, menurut dia, proses pidana harus diterapkan untuk menjamin rasa keadilan dalam pemberian sanksi dan pemenuhan hak-hak bagi korban maupun keluarganya.
Proses hukum secara pidana juga dinilai penting sebagai koreksi terhadap kinerja Densus 88.
"Seharusnya bila ada dugaan pelanggaran, polisi menggelar proses pidana kemudian sidang etik. Tidak aneh kalau putusan Majelis Etik tidak adil. Proses pidana harus dilakukan karena penting untuk koreksi kinerja Densus 88. Jangan sampai penanganan terduga jadi sewenang-wenang," kata Satrio.
Selain itu, Satrio menilai, penyelesaian kasus dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Densus 88 hingga mengakibatkan kematian tidak bisa hanya diselesaikan melalui persidangan etik.
"Persidangan etik tidak cukup karena hanya melihat sejauh mana prosedur dipatuhi," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.