Dukungan menyusut
Bersamaan dengan rutinitas pemangkasan beringin kembar di Istana Negara, di Bali Nusa Dua Convention Center, tengah berlangsung Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar. Munaslub Partai Golkar yang dimulai sejak Jumat pekan lalu akan berakhir, Senin (16/5/2016).
Delapan calon ketua umum Partai Golkar akan memperebutkan suara untuk menggantikan posisi Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie.
Delapan calon ketua umum itu adalah Ade Komarudin, Setya Novanto, Airlangga Hartarto, Mahyudin, Priyo Budi Santoso, Aziz Syamsuddin, Indra Bambang Utomo, dan Syahrul Yasin Limpo.
Siapa pun yang kemudian terpilih, situasi politik tidak lagi sama seperti situasi politik saat mereka bergabung ke Golkar. Sejak Soeharto tumbang, Golkar yang bersalin rupa menjadi Partai Golkar memang tidak ikut tumbang. Namun, perolehan suaranya dari pemilu ke pemilu terus terpangkas.
Mewarisi 74.51 persen suara di pemilu terakhir di era Orde Baru tahun 1997, di Pemilu 1999 Partai Golkar meraih 22,44 persen saura. Di Pemilu 2004, meskipun berhasil menjadi pemenang, suara Partai Golkar turun lagi menjadi 21,58 persen suara.
Di dua pemilu terakhir, perolehan suara Partai Golkar juga turun dibandingkan perolehan suara di dua pemilu sebelumnya. Pemilu 2009, Partai Golkar mendapat 14,45 persen suara. Di Pemilu 2014, perolehan Partai Golkar naik sedikit menjadi 14,75 persen suara.
Meskipun persentasenya naik, perolehan kursi partai warisan Orde Baru ini di DPR turun. Pada Pemilu 2009, Partai Golkar meraih 107 kursi di legislatif. Di Pemilu 2014, kursinya di legislatif menyusut menjadi 91.
Tidak hanya di lembaga legislatif kesulitan dialami Partai Golkar. Di lembaga eksekutif, upaya Partai Golkar berkuasa melalui Pemilu Presiden selalu kandas.
Saat menang di Pemilu 2004 dan mencalonkan Wiranto-Salahuddin Wahid dan kemudian berkoalisi untuk memenangkan Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi melawan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, Partai Golkar kalah.
Begitu juga ketika Pemilu 2009. Jusuf Kalla yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden dan Ketua Umum Partai Golkar dan mencalonkan diri berpasangan dengan Wiranto, kalah telak dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.
Tahun 2014, upaya Partai Golkar berkuasa di lembaga eksekutif lewat Pemilu Presiden juga kandas. Persekutuan Partai Golkar dalam Koalisi Merah Putih mendukung Prabowo-Hatta Rajasa dikalahkan Koalisi Indonesia Hebat yang mendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Golkar dan kekuasaan
Betul bahwa meskipun tidak pernah menang dalam Pemilu Presiden, Partai Golkar tidak pernah tidak "kebagian" kekuasaan. Saat kalah di Pilpres 2004, ada Jusuf Kalla dan gerbongnya di pemerintahan. Posisi Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden lantas membuat Golkar mampu dikuasai.
Setelah kalah dalam Pilpres 2009, Partai Golkar yang kemudian dipimpin Aburizal Bakrie dengan lihai merapat kembali ke pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.