Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Bentuk Tim untuk Verifikasi Data Kuburan Massal Korban 1965

Kompas.com - 09/05/2016, 15:12 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa pemerintah akan segera menindaklanjuti catatan mengenai lokasi kuburan massal yang telah diserahkan oleh Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965 Bejo Untung.

Pemerintah akan menyiapkan tim untuk melihat dan memverifikasi semua data kuburan massal yang ada.

"Kami akan siapkan tim untuk melihat beberapa kuburan yang dilaporkan, seperti di daerah Pati dan Wonosobo," ujar Luhut di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (9/5/2016).

(Baca: YPKP 1965 Sebut Ada Puluhan hingga Ratusan Kuburan Massal Tragedi 1965 di Jawa)

Namun, Luhut belum bisa memberikan keterangan mengenai kepastian waktu tim tersebut akan mulai melakukan verifikasi lapangan. Dia hanya menegaskan bahwa tim tersebut akan segera dibentuk dengan melibatkan pihak internal kementerian dan Komnas HAM.

Sebagai langkah awal, tim akan mengambil contoh di beberapa lokasi kuburan massal yang dipilih secara acak.

"Tim itu segera dibentuk. Sekarang kami ingin cari secara random di beberapa tempat. Kalau soal estimasi waktu, itu nanti," ungkap Luhut.

(Baca: Mengapa Data Kuburan Massal Penting untuk Penyelesaian Kasus Tragedi 1965?)

Siang tadi Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965 Bejo Untung dan Anggota Dewan Pengarah International People's Tribunal (IPT) 65 Reza Muharam bersama beberapa perwakilan organisasi masyarakat sipil yang fokus pada isu HAM bertemu Luhut.

YPKP dan IPT 65 menyampaikan secara langsung beberapa catatan mengenai kuburan massal korban Tragedi 1965 di Indonesia.

"Tadi kami ditemui oleh Pak Luhut dan stafnya. Kami sampaikan, YPKP merasa perlu menyerahkan catatan mengenai kuburan massal atas permintaan Pak Luhut. Tadi secara resmi kami serahkan resume dan catatan tentang kuburan massal," ujar Bejo di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (9/5/2016).

Bejo menuturkan, dalam catatan tersebut tercantum ada 122 titik kuburan massal yang tersebar di Pulau Jawa dan Sumatera.

(Baca: Jokowi Perintahkan Luhut Cari Kuburan Massal Korban 1965)

Namun, sebelum data tersebut diserahkan, Bejo meminta jaminan perlindungan kepada Luhut atas semua saksi dan korban ketika nanti diminta oleh pemerintah menunjukkan lokasi kuburan massal.

Selain itu, Bejo juga meminta jaminan bahwa semua lokasi yang tercantum dalam data itu tidak digusur, dirusak, dipindahkan, atau dihilangkan karena menjadi alat bukti dalam proses pengungkapan kebenaran.

"Saya minta agar agar YPKP 65 bersama saksi pelaku dan saksi korban dijamin keamanannya dalam rangka menunjukkan kuburan massal tersebut. Pemerintah juga harus menjamin kuburan massal itu tidak digusur, dirusak, dan dipindahkan, bahkan dihilangkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab," kata Bejo.

Kompas TV Kuburan Massal Korban 1965 Ada di Semarang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com