Kenyataan ini seharusnya membuat Indonesia sedih. Pemerintah, pers, dan masyarakat seharusnya malu jika harus menjadi tuan rumah saat kondisi tidak menggembirakan.
Indonesia tidak memiliki cerita membanggakan ketika Hari Kebebasan Pers Dunia berlangsung.
Panggung keprihatinan
Pada kenyataannya akan sulit mengubah kondisi kebebasan pers di Indonesia dalam waktu singkat. Satu tahun tidaklah cukup untuk menyelesaikan berbagai pekerjaan rumah atau kasus kebebasan pers.
Berdasarkan data Aliansi Jurnalis Independen (AJI), sedikitnya telah terjadi 12 kasus pembunuhan jurnalis sejak 1996. Delapan dari 12 kasus itu belum terselesaikan.
Delapan kasus pembunuhan jurnalis yang belum terselesaikan itu adalah kasus pembunuhan Fuad Muhammad Syarifuddin alias Udin (jurnalis Harian Bernas di Yogyakarta), Naimullah (Harian Sinar Pagi di Kalimantan Barat), Agus Mulyawan (Asia Press di Timor Timur), Muhammad Jamaluddin (TVRI di Aceh), Ersa Siregar (RCTI di Nangroe Aceh Darussalam), Herliyanto (tabloid Delta Pos Sidoarjo di Jawa Timur), Adriansyah Matra’is Wibisono (TV lokal di Merauke, Papua), dan Alfred Mirulewan (tabloid Pelangi, Maluku).
Dukungan aturan perundang-undangan terhadap kebabasan informasi dan pers di Indonesia juga belum terlalu menggembirakan.
AJI menganggap keberadaan UU Keterbukaan Informasi Publik belum memberikan jaminan penuh. Berdasarkan catatan AJI dan Yayasan TIFA yang dibukukan dengan judul “Buku Kumpulan Naskah Penerima Beasiswa Liputan Implementasi UU KIP – Menggedor Pintu, Mendobrak Sekat Informasi”, proses pembukaan informasi publik bukanlah perkara mudah.
Buku itu berisi kisah sembilan jurnalis yang menemui berbagai hambatan ketika mengajukan permohoan pembukaan informasi publik. Jumlah permohonan pembukaan informasi publik akan jauh lebih banyak jika mengikut sertakan permohonan yang diajukan oleh sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat.
Baca juga: Di Hari Kebebasan Pers Dunia, UNESCO Desak Semua Negara Buka Akses Informasi Publik
Peristiwa yang lebih menyedihkan terjadi beberapa waktu lalu. Ketika dunia merayakan kebebasan pers, pemutaran film Pulau Buru Tanah Air Beta di kantor AJI Yogyakrta dibubarkan oleh aparat. Cerita pelarangan kebebasan informasi dan ekspresi itu hanyalah satu dari sekain banyak cerita serupa yang terjadi sebelumnya.
Tentunya Indonesia tidak akan mengumandangkan cerita-cerita memalukan itu ketika menjadi tuan rumah Hari Kebebasan Pers Dunia pada 2017.
Pemerintah harus menunjukkan komitmen untuk menyelesaikan kasus dan memperbaiki kondisi kebebasan pers untuk memberikan kesan baik sebagai tuan rumah. Jika tidak, negeri ini akan dipermalukan.
Alih-alih panggung kehormatan, bisa jadi nantinya, hanya sebuah panggung keprihatinan yang kita peroleh.
(F.X. Lilik Dwi M, dosen jurnalistik Universitas Multimedia Nusantara, melaporkan dari Helsinki untuk Kompas.com)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.