Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tommy Soeharto dan Setya Novanto Berpotensi Perburuk Citra Partai Golkar

Kompas.com - 04/05/2016, 10:12 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pencalonan putra Presiden kedua RI Soeharto, Hutomo Mandala Putra atau Tomy Soeharto dan Setya Novanto sebagai Ketua Umum Partai Golkar berpotensi semakin memperburuk citra partai di mata masyarakat.

Baik Tommy maupun Novanto, keduanya mencalonkan diri sebagai calon ketua umum Partai Golkar untuk pemilihan di Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) 15 Mei 2016 mendatang.

"Kalau terpilih mereka justru akan mendiskreditkan suara Golkar sendiri di pilkada, pileg atau pilpres. Cukup signifikan terhadap persepsi masyarakat terhadap Golkar," ujar Pakar Komunikasi Politik Lely Arrianie saat dihubungi, Rabu (4/5/2016).

Ketua Program Pascasarjana Komunikasi Universitas Jayabaya Jakarta itu menuturkan, dalam memilih ketua umum partai, harus dipertimbangkan kualitas dan kapasitas seorang kandidat.

(Baca: Tommy Soeharto Ajukan Diri sebagai Caketum Golkar)

Para pemilik hak suara di Munaslub pun diminta untuk mempertimbangkan secara rasional dalam memilih ketua umum baru.

Lely menambahkan, pada periode kepengurusan ini, Partai Golkar harus semakin bijak dalam menentukan figur terbaik yang paling tepat untuk memimpin partai.

Perlu dipertimbangkan untuk memprioritaskan kader yang steril dari cerita negatif di masa lalu, steril dari kontraproduktif dari faksi-faksi dalam tubuh Golkar sendiri, serta bisa diterima semua pihak.

"Semua iohak bukan hanya orang Golkar, tapi juga masyarakat pemilih yang akan memilih Golkar ke depan," imbuh dia.

(Baca: Internal MKD Beda Tafsir soal Ada atau Tidaknya Sanksi Etik Setya Novanto)

Untuk diketahui, Tommy Soeharto dan Setya Novanto mengajukan diri sebagai calon Ketua Umum Partai Golkar. Namun, pencalonan mereka mengundang polemik. Hal ini tak lepas dari jejak rekam keduanya yang penuh kontroversi.

Tommy sempat divonis bersalah karena merencanakan pembunuhan terhadap Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita pada 26 Juli 2001, kepemilikan senjata api dan amunisi, dan sengaja melarikan diri. Dia mendekam dalam penjara dari tahun 2002 hingga 2006.

Sementara Setya Novanto beberapa bulan lalu ramai diberitakan soal kasus pencatutan nama presiden dan wakil presiden. Setya bersama pengusaha Riza Chalid diduga mencatut nama presiden dan wakil presiden untuk meminta jatah saham PT. Freeport Indonesia.

(Baca: Jokowi: Tak Apa Saya Dibilang "Koppig", tetapi kalau Sudah Meminta Saham, Tak Bisa!)

Kasus itu kemudian disidang oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Pemungutan suara untuk memvonis Novanto pun sudah dilakukan dengan sebagian besar suara menyatakan Setya Novanto bersalah dan pantas diberi sanksi sedang.

Akan tetapi, saat pemungutan suara berlangsung, Novanto mengundurkan diri dari posisi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat. Akhirnya, kasus itu pun ditutup MKD tanpa ada kejelasan sanksi terhadap Novanto.

Kompas TV Tommy Soeharto Maju Jadi Caketum Golkar?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Jokowi Targetkan Negosiasi Kepemilikan Saham PT Freeport Selesai Juni 2024

Jokowi Targetkan Negosiasi Kepemilikan Saham PT Freeport Selesai Juni 2024

Nasional
Indonesia Kirim Bantuan untuk Palestina Lewat Udara, TNI Bakal 'Drop' di Yordania

Indonesia Kirim Bantuan untuk Palestina Lewat Udara, TNI Bakal "Drop" di Yordania

Nasional
RI Segera Kuasai 61 Persen Saham Freeport, Jokowi: 80 Persen Pendapatan Akan Masuk ke Negara

RI Segera Kuasai 61 Persen Saham Freeport, Jokowi: 80 Persen Pendapatan Akan Masuk ke Negara

Nasional
Penyidikan Selesai, Nilai Gratifikasi dan TPPU Hakim Agung Gazalba Saleh Capai Rp 9 M

Penyidikan Selesai, Nilai Gratifikasi dan TPPU Hakim Agung Gazalba Saleh Capai Rp 9 M

Nasional
Kenaikan Pemudik Diprediksi Capai 56 Persen Tahun Ini, Jokowi Imbau Masyarakat Mudik Lebih Awal

Kenaikan Pemudik Diprediksi Capai 56 Persen Tahun Ini, Jokowi Imbau Masyarakat Mudik Lebih Awal

Nasional
Jokowi: Mudik Tahun ini Kenaikannya 56 Persen, Total Pemudik 190 Juta

Jokowi: Mudik Tahun ini Kenaikannya 56 Persen, Total Pemudik 190 Juta

Nasional
Jawaban Puan Ditanya soal Wacana Pertemuan Prabowo-Megawati Usai Pilpres 2024

Jawaban Puan Ditanya soal Wacana Pertemuan Prabowo-Megawati Usai Pilpres 2024

Nasional
Yusril Kutip Ucapan Mahfud soal Gugatan ke MK Bukan Cari Menang, Sebut Bertolak Belakang

Yusril Kutip Ucapan Mahfud soal Gugatan ke MK Bukan Cari Menang, Sebut Bertolak Belakang

Nasional
Tunggu Langkah Prabowo, Golkar Tak Masalah PDI-P Merapat ke Koalisi Pemerintahan Selanjutnya

Tunggu Langkah Prabowo, Golkar Tak Masalah PDI-P Merapat ke Koalisi Pemerintahan Selanjutnya

Nasional
Yusril Kembali Klarifikasi Soal 'Mahkamah Kalkulator' yang Dikutip Mahfud MD

Yusril Kembali Klarifikasi Soal "Mahkamah Kalkulator" yang Dikutip Mahfud MD

Nasional
Setelah Lebaran, Ketua MA Proses Pengisian Wakil Ketua MA Non-Yudisial dan Sekretaris MA yang Kosong

Setelah Lebaran, Ketua MA Proses Pengisian Wakil Ketua MA Non-Yudisial dan Sekretaris MA yang Kosong

Nasional
Jokowi: Saya Tidak Mau Berkomentar yang Berkaitan dengan MK

Jokowi: Saya Tidak Mau Berkomentar yang Berkaitan dengan MK

Nasional
KPU dan Kubu Prabowo Kompak, Anggap Gugatan Anies dan Ganjar Langgar Aturan MK

KPU dan Kubu Prabowo Kompak, Anggap Gugatan Anies dan Ganjar Langgar Aturan MK

Nasional
Sekjen Golkar: Bayangkan kalau Kita Lagi Siapkan Pilkada, Malah Bicara Munas, Apa Enggak Pecah?

Sekjen Golkar: Bayangkan kalau Kita Lagi Siapkan Pilkada, Malah Bicara Munas, Apa Enggak Pecah?

Nasional
Singgung Pernyataan Puan soal Hak Angket Pemilu, Golkar: Yang Usulkan Ternyata Belum Berproses

Singgung Pernyataan Puan soal Hak Angket Pemilu, Golkar: Yang Usulkan Ternyata Belum Berproses

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com