Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM dan Kejagung Dituding Sembunyikan Data Kuburan Massal Korban 1965

Kompas.com - 29/04/2016, 22:09 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu Presiden Joko Widodo memerintahkan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan untuk mencari lokasi kuburan massal korban peristiwa 1965.

Menurut Ketua Setara Institute Hendardi, perintah tersebut bisa dimaknai sebagai ikhtiar presiden untuk memulai kerja pengungkapan kebenaran.

Namun, dia juga memandang hal itu sekaligus menjadi kritik keras kepada Komnas HAM dan Kejaksaan Agung bahwa selama ini dua institusi negara tersebut tidak pernah menyajikan data mengenai kuburan massal korban 1965 kepada Presiden.

"Perintah itu seharusnya juga dilihat sebagai kritik kepada Komnas HAM dan Jaksa Agung. Padahal data itu ada dan tersebar di banyak tempat," ujar Hendardi melalui keterangan tertulisnya, Jumat (29/4/2016).

(Baca: Pak Luhut dan Pak Sintong, Korban 1965 Bukan soal Angka melainkan soal Manusia)

Lebih lanjut, ia mengatakan, seharusnya pemerintah tidak perlu meminta pihak lain di luar pemerintah untuk menunjukkan data-data mengenai keberadaan kuburan massal.

Menurut Hendardi, upaya mencari dan memastikan adanya kuburan massal merupakan kewajiban pemerintah sekaligus menunjukkan keseriusan mereka dalam proses pengungkapan kebenaran.

Selain itu, Hendardi meminta Pemerintah segera menyusun langkah-langkah konkret sehingga data dari berbagai sumber bisa dihimpun, divalidasi, dan menghasilkan rekomendasi strategis.

Pasalnya, beberapa organisasi masyarakat sipil sudah menyatakan siap untuk menyerahkan data-data valid terkait kuburan massal korban Tragedi 1965.

"Upaya mencari data itu merupakan kewajiban Pemerintah," ungkap dia.

(Baca: Kontras Desak Komnas HAM Ungkap Data Kuburan Massal Korban 1965)

Pada kesempatan berbeda, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar mengungkap rasa herannya atas pernyataan Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan bahwa pemerintah belum pernah menerima data mengenai lokasi kuburan massal korban Tragedi 1965.

Padahal, menurut Haris, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sudah pernah melakukan penyelidikan terkait Tragedi 1965.

Dalam hasil penyelidikan itu dinyatakan pada tahun 1965 telah terjadi kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan yang dilakukan secara sistematis dan meluas serta menimbulkan jumlah korban yang massif.

Oleh karena itu, Haris mendesak Komnas HAM untuk mengungkap fakta atau temuan terkait lokasi kuburan massal dan menyerahkannya ke Pemerintah.

(Baca: YPKP 1965 Sebut Ada Puluhan hingga Ratusan Kuburan Massal Tragedi 1965 di Jawa)

"Kenapa Komnas HAM diam saja soal ini? Seharusnya mereka membuka data-data terkait kuburan massal yang pernah mereka selidiki," ujar Haris saat dihubungi, Selasa (26/4/2016).

Sebelumnya, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Roichatul Aswidah mengakui bahwa memang benar telah terjadi pembunuhan massal sekitar tahun 1965-1966 dan menyisakan beberapa titik lokasi kuburan massal di beberapa daerah seluruh Indonesia.

Menurut penuturan Roichatul, data-data mengenai kuburan massal tersebut telah tercantum dalam berkas hasil penyelidikan atas dugaan pelanggaran HAM yang berat tahun 1965-1966.

Proses penyelidikan telah dirampungkan oleh Komnas HAM pada tahun 2012 dan berkasnya pun sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Agung untuk dilakukan Penyidikan.

"Kalau soal kuburan massal kami sudah pernah mencantumkan hal itu dalam berkas penyelidikan. Berkasnya pun sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung. Prosesnya masih berhenti di sana," ujar Roichatul saat dihubungi Kompas.com, Selasa malam (26/4/2016).

Kompas TV Pemerintah Akan Selesaikan Kasus HAM 1965
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’  ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’ ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Nasional
Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Nasional
Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Nasional
Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Nasional
Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Nasional
AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

Nasional
MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

Nasional
Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Nasional
Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Nasional
Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Nasional
TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

Nasional
Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Nasional
Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com