Apa yang cukong inginkan dari politisi atau partai yang mereka bantu keuangannya selama kampanye? Jawabnya: banyak!
Itu bisa berupa aturan pasal atau ayat di dalam RUU atau rancangan perda yang harus masuk atau keluar demi keuntungan mereka, baik yang terkait tanah, air, udara, tambang, reklamasi pantai, ataupun yang lain yang sedang berada dalam proses legislasi di DPR atau DPRD provinsi/kabupaten/kota.
Cukong itu bahkan juga bisa menekan para politisi dari lintas partai yang mendapatkan bantuan dana darinya agar membuat pansus A atau pansus B dengan alasan politik apa pun, padahal tujuan utamanya agar menteri A atau menteri B atau keduanya diganti dengan tuduhan tidak kompeten.
Padahal, yang sebenarnya terjadi adalah agar menteri atau gabungan menteri itu keluar dari kabinet karena kebijakan-kebijakannya telah merugikan bisnisnya yang dulu begitu nyaman bergerak merugikan negara pada era Orde Baru sampai pemerintahan sebelumnya.
Jika kita simak pernyataan politik seorang cukong politik, rasanya menenteramkan, seakan dia mengajak para politisi partai di Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) pasca Pilpres 2014 mendukung Presiden Joko Widodo agar pemerintahan berjalan dengan baik.
Namun, kenyataannya, cukong politik itu bisa pula mendesak politisi di DPR agar pembahasan RAPBN 2016 pada Oktober 2015 tersebut deadlock soal isu Penyertaan Modal Negara (PMN) ke BUMN, karena ia tampaknya tidak terima dengan Presiden Jokowi yang dianggap telah membunuh raksasa bisnis energinya yang dulu seakan tidak tersentuh hukum.
Cukong dan politik uang bagaikan lingkaran setan yang merugikan partai dan negara. Cukong ingin untung dari ketua umum partai, ketua umum partai juga ingin mendapatkan dukungan politik dari para jajaran DPD II yang mempunyai hak suara. Setelah itu cukong akan meminta imbalan balik dari ketua umum partai.
Ketua umum partai juga akan meminta imbalan balik dari anggota Partai Golkar yang mempunyai jabatan di legislatif atau lembaga negara lain dan tentunya juga akan meminta mahar politik kepada para petinggi Golkar daerah yang ingin maju di pilkada.
Di lingkaran setan inilah partai dirugikan citranya dan biaya politik menjadi tinggi pula yang akhirnya membebani rakyat. Ini juga bisa merusak sendi-sendi berpemerintahan yang baik di negeri ini.