JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965 Bejo Untung mengaku pernah menemukan tulang belulang dari 21 jenazah korban Tragedi 1965 saat melakukan penggalian kuburan massal di daerah Wonosobo sekitar tahun 2000.
Upaya tersebut, menurut Bejo, dibantu oleh anggota-anggota cabang YPKP yang ada di daerah.
Rata-rata mereka merupakan bekas tahanan politik di Pulau Buru dan Nusakambangan.
"Dalam penggalian, ditemukan tulang belulang dari 21 mayat yang terkubur. Tulang belulang itu kemudian diserahkan ke pihak keluarga untuk dimakamkan secara layak," ujar Bejo saat dihubungi, Selasa (26/4/2016).
Bejo menuturkan, Pulau Jawa diindikasi memiliki titik lokasi kuburan massal paling banyak. Menurut perkiraan Bejo, jumlah kuburan massal mencapai puluhan titik.
Bahkan, jika ditelusuri lebih lanjut, kata dia, tidak menutup kemungkinan, jumlahnya mencapai ratusan.
Dia menjelaskan bahwa sejak tahun 2000-an, YPKP 1965 telah melakukan serangkaian investigasi guna mengungkap dan mendokumentasikan lokasi eksekusi tahanan politik pada tahun 1965.
Dengan bantuan dari anggota cabang YPKP 1965 yang ada di daerah, Bejo bersama tim-nya melakukan penelitian lapangan, wawancara mendalam kepada warga masyarakat sekitar lokasi, bahkan sempat melakukan penggalian.
Namun, setelah penemuan di Wonosobo tersebut, YPKP mengaku kesulitan untuk melakukan penggalian selanjutnya.
"Kami tidak mendapatkan izin dan dilarang oleh pemerintah setempat," tuturnya.
Bejo menambahkan, saat melakukan penelitian di Pati, Jawa Tengah, dia menemukan 7 lokasi kuburan massal. Tiga di antaranya memiliki lubang yang masih menganga. Diperkirakan, ada 50 orang yang pernah dieksekusi di situ.
Ia mengatakan, pada tahun 2012, anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Kabul Supriyadi, pernah datang meninjau lokasi dan melihat langsung kuburan massal tersebut.
YPKP juga berhasil menemui seorang warga yang mengaku pernah ikut menggali kuburan massal itu.
Temuan YPKP di Pati sekaligus menjadi bantahan dari keterangan Sintong Pandjaitan pada Simposium Nasional Tragedi 1965 yang mengatakan bahwa tidak pernah terjadi pembunuhan di Pati.
"Jadi, tidak benar itu yang dikatakan oleh Sintong," kata Bejo.