JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla masih menyimpan harap agar Singapura mau mengubah sikap terkait perjanjian ekstradisi dengan Indonesia.
Pasalnya, hingga kini, Indonesia dan Singapura belum memiliki perjanjian ekstradisi. Padahal kedua negara merupakan negara bertetangga.
"Sekiranya kita ada ekstradisi dengan Singapura akan jauh lebih banyak lagi. Cuma Singapura tidak pernah mau teken-teken (perjanjian ekstradisi)," ujar Kalla di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (22/4/2016).
Dia menuturkan, kerja sama ekstradisi dengan Singapura menjadi sangat penting bagi Indonesia karena negeri singa itu menjadi negara favorit bagi warga negara Indonesia yang terlibat kasus pidana untuk melarikan diri.
Saat ini, lanjut dia, pemerintah terus berupaya memulangkan para buronan sejumlah kasus korupsi di sejumlah negara. Namun terkait Singapura, Kalla masih menunggu komitmen negara yang berada di lepas ujung selatan Semenanjung Malaya itu.
"Mudah-mudahan Singapura nanti mau merubah pikiran untuk juga menandatangani ekstradisi," katanya.
Sebelumnya, buron kasus Century Hartawan Aluwi baru bisa dipulangkan dari Singapura setelah izin tinggal tetapnya di Singapura dicabut dan tidak diperpanjang oleh Pemerintah Singapura. Masa berlaku paspor Hartawan juga telah habis sejak 2012.
Hartawan merupakan mantan Presiden Komisaris Antaboga, yang diduga menggelapkan dana dalam kasus Century. Kasus ini merugikan negara Rp 3,11 triliun. Kasus tersebut ditangani Bareskrim Polri.
Dia diketahui telah berdomisili di Singapura sejak 2008. Pada 28 Juli 2015, dia mendapatkan vonis in absensia berupa pidana penjara 14 tahun dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.