Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memahami Penyanderaan ABK

Kompas.com - 22/04/2016, 05:20 WIB

Oleh: Hikmahanto Juwana

Dalam rentang waktu satu bulan, dua kali kapal berbendera Indonesia mengalami pembajakan. Sepuluh anak buah kapal warga negara Indonesia disandera kelompok yang diduga berasal dari Abu Sayyaf.

Pada Jumat (15/4), empat WNI dikabarkan kembali diculik dan enam lainnya berhasil bebas meski satu tertembak. Belum diketahui siapa yang bertanggung jawab.

Pembajakan juga dilakukan terhadap kapal-kapal berbendera asing. Kapal berbendera Malaysia pun dibajak. Meski tiga anak buah kapal (ABK) WNI dibebaskan, empat warga negara Malaysia disandera.

Warga negara yang telah terlebih dahulu disandera berasal dari Kanada, Norwegia, dan Filipina sendiri.

Kompleksitas

Setiap peristiwa penyanderaan atas WNI memiliki kompleksitas masing-masing. Meski pemerintah memiliki ingatan institusi (institutional memory) dalam upaya pembebasan para sandera, pengalaman yang satu tidak bisa begitu saja diterapkan secara sama dalam upaya pembebasan para sandera WNI kali ini.

Di sinilah dibutuhkan pemahaman dari penyanderaan kali ini. Pertama, saat ini penyanderaan dilatarbelakangi komponen masyarakat di Filipina, khususnya di Filipina Selatan, yang sedang berperang dengan pemerintahan yang sah dari Filipina. 

Dalam konteks demikian jalur laut yang dilewati oleh kapal yang dibajak adalah jalur laut "medan perang".

Bukannya tak mungkin otoritas Filipina tak menguasai wilayah itu, yang justru menguasai adalah kelompok pemberontak. Ini berarti jaminan keamanan tak dapat diminta oleh pemerintah negara lain dan diberikan oleh otoritas Filipina atas kapal- kapal yang melewati jalur itu. 

Peristiwa yang mirip dengan latar belakang ini adalah ketika Meutya Hafid, seorang reporter, dan Budiyanto, juru kamera yang mendampinginya, disandera Mujahidin Irak pada 2005.

Kedua, peristiwa pembajakan kali ini berbeda dengan pembajakan atas kapal NV Sinar Kudus pada 2011 di Perairan Somalia.

Ketika itu di Somalia tidak ada pemerintahan yang efektif, di samping pembajakan saat itu semata bermotifkan ekonomi. 

Dalam pembajakan kali ini di Filipina ada pemerintahan yang efektif. Karena itu, Pemerintah Indonesia tidak dapat mengabaikan kewenangan Pemerintah Filipina dalam upaya pembebasan para sandera WNI.

Ketiga, peristiwa pembebasan sandera di pesawat udara Garuda di Thailand pada 1981 yang dikenal dengan peristiwa Woyla juga tak dapat dijadikan rujukan yang sempurna.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-Serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-Serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com